Cari Berita
Tips : hindari kata umum dan gunakan double-quote untuk kata kunci yang fix, contoh "sakura"
Maksimal 1 tahun yang lalu
Tanah Air
Ancaman Beban Negara di Balik Wacana Kementerian Gemuk Prabowo
CNN INDONESIA   | Mei 8, 2024
230   0    0    0
Jakarta, CNN Indonesia --
Wacana penambahan jumlah kementerian pada masa pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dinilai sarat kepentingan politis dan hanya akan membebani keuangan negara.
Beberapa waktu terakhir, Prabowo selaku presiden terpilih disebut-sebut bakal menambah jumlah kementerian dari yang semula hanya 34 menjadi 40 kementerian.
Kabar tersebut tidak dibantah oleh Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman. Ia menilai penambahan kementerian merupakan hal yang wajar lantaran Indonesia sebagai negara yang besar butuh bantuan dari banyak pihak.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Wajar kalau kita perlu mengumpulkan banyak orang berkumpul dalam pemerintahan sehingga jadi besar," jelasnya kepada wartawan di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (6/5).
Sementara itu, Wakil Presiden terpilih Gibran Rakabuming mengatakan saat ini masih merumuskan komposisi dan jumlah kabinet yang akan datang dengan pelbagai pihak.
Ia pun tidak membantah ihwal potensi bertambahnya jumlah kementerian pada pemerintahan mendatang. Gibran menyebut salah satu kementerian yang sedang digagas yakni kementerian khusus untuk mengurus program makan siang gratis.
"Masih dibahas, masih digodok dulu. Tunggu saja ya. Kemarin sempat dibahas itu (kementerian khusus makan siang gratis)," ujarnya.
"Karena melibatkan anggaran yang besar, distribusinya juga tidak mudah, logistiknya juga tidak mudah, monitoringnya juga tidak mudah. Ini makanya harus menjadi atensi khusus," imbuhnya.
Direktur Eksekutif Aljabar Strategic Arifki Chaniago menilai wacana penambahan kursi menteri yang dilakukan oleh pemerintahan Prabowo-Gibran sangat bernuansa politis.
Lewat penambahan kursi menteri itu, Prabowo-Gibran dinilai sedang mencoba menyiapkan 'imbalan' terhadap pihak-pihak yang akan mendukung jalannya pemerintahan mereka, termasuk kepada partai politik yang sebelumnya sempat menjadi lawan bertarung pada Pilpres 2024.
Selain itu, Arifki memandang penambahan kementerian juga dilakukan untuk mengakomodasi orang-orang kepercayaan Presiden Joko Widodo.
"Dari segi politik, ini terkesan sebagai pesan bahwa tidak akan mengurangi jatah dari anggota Koalisi Indonesia Maju," ujarnya kepada CNNIndonesia.com, Rabu (8/5).
"Jumlah kementerian dari 34 kursi menjadi 40 kursi ini secara tidak langsung juga turut mengakomodir orang-orang Jokowi di pemerintahan Prabowo-Gibran," tuturnya.
Ia mengatakan tidak menutup kemungkinan penambahan kursi merupakan cara Prabowo-Gibran untuk memfasilitasi keinginan yang muncul di publik, seperti isu pembentukan Kementerian Perpajakan yang sempat menjadi perbincangan di media sosial.

Oleh sebab itu, Arifki menilai tim Prabowo-Gibran perlu memaparkan secara jelas alasan penambahan kursi itu kepada publik. Hal itu menurutnya penting untuk menepis dugaan bentuk akomodasi politik atau bagi-bagi kue semata.
"Agenda politik atau agenda bangsa, dua pesan ini yang sekarang beredar di publik. Tentu perlu penjelasan juga oleh tim Prabowo-Gibran kepada publik apabila benar ada penambahan dari 34 menjadi 40 kementerian," tuturnya.
Di sisi lain, Pengamat Politik dari Universitas Andalas Asrinaldi mengatakan kebutuhan akan penambahan kementerian memang bergantung kepada visi-misi dari Presiden terpilih.
Hanya saja, Asrinaldi menilai tetap diperlukan evaluasi secara komprehensif terlebih dahulu oleh Prabowo-Gibran terhadap kementerian yang sudah ada. Apakah kursi-kursi yang sudah bisa bekerja secara efektif untuk menjalankan program-program mereka atau tidak.
"Apakah ada kementerian yang harus dipisahkan, tergantung kepada presiden terpilih itu sendiri. Tapi dengan adanya 34 kementerian, rasanya sudah mengakomodir semua kepentingan dan urusan negara," tuturnya.
Asrinaldi khawatir apabila penambahan kementerian dilakukan tanpa ada urgensi yang jelas dan semata-mata untuk akomodasi politik hanya akan membuat jalannya pemerintahan menjadi tidak efektif dan efisien.
Belum lagi, kata dia, potensi terjadinya tumpang tindih tugas dan kewenangan antarkementerian. Pasalnya ia mengatakan hal tersebut juga telah menjadi persoalan tersendiri pada era pemerintahan Presiden Jokowi.
"Kalau ditambah ada kementerian lain justru dikhawatirkan bakal menjadi overlap, sedangkan hari ini saja ada urusan-urusan yang kita anggap membingungkan," jelasnya.
Baca halaman berikutnya...

komentar
Jadi yg pertama suka