Tanah Air
Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen, di Antara Optimisme dan PR Besar
CNN INDONESIA
| Oktober 29, 2024
15 0 0
0
Daftar Isi
Di bawah kepemimpinan Joko Widodo (Jokowi) sebagai Presiden selama 10 tahun sejak 2014, Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang terjaga stabil, yakni di angka 5 persen, lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi global rata-rata sebesar 3,4 persen.
Berdasarkan data BPS, lapangan kerja yang terkait langsung dengan pertumbuhan ekonomi itu pun turut bertambah, menjadi 21,3 juta dalam kurun 2015-2024. Pada periode yang sama, nilai ekspor juga terdongkrak naik, lebih dari 70 persen.
Terkait keberlanjutan pertumbuhan ekonomi Indonesia, Presiden RI ke-8 Prabowo Subianto meyakini Indonesia dapat mencapai target pertumbuhan mencapai 8 persen per tahun. Ia juga menyatakan optimismenya lewat visi-misi politik Prabowo bersama wakilnya, Gibran Rakabuming.
Sebelumnya, sejarah mencatatkan Indonesia pernah mengalami pertumbuhan ekonomi minimal 8 persen sebanyak lima kali. Masing-masing, pada tahun 1968 sebesar 10,92 persen, tahun 1973 sebesar 8,10 persen, 1977 sebesar 8,76 persen, 1980 sebesar 9,88 persen, dan terakhir, pada tahun 1995 kenaikan 8,22 persen. Sehingga, secara umum, cita-cita Prabowo meningkatkan pertumbuhan ekonomi sampai 8 persen bukan hal mustahil.
Meski demikian, ada hal-hal yang harus digarisbawahi untuk mendukung visi itu. Pasalnya, dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi ada hal-hal yang saling terkorelasi, seperti pembentukan lapangan kerja, investasi, hingga kemampuan sumber daya manusia (SDM).
Nama Luhut Binsar Pandjaitan kemudian muncul sebagai Ketua Dewan Ekonomi Nasional, yang menjadi salah satu strategi Prabowo. Mantan Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasiitu ditunjuk langsung melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 139/P Tahun 2024 tentang Pengangkatan Ketua Dewan Ekonomi Nasional.
"Dengan nama Tuhan YME Presiden RI ... kesatu, terhitung sejak saat pelantikan mengangkat Jenderal TNI Purn. Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Ketua Dewan Ekonomi Nasional," demikian bunyi keputusan itu.
Dewan Ekonomi Nasional ini bukan yang pertama di Indonesia. Presiden Abdurrahman Wahid pun pernah membentuknya, dengan nama yang sama, setelah krisis moneter 1998. Saat itu, inflasi melesat ke angka 77,6 persen dari 4,7 persen pada 1997, dengan 20 juta menganggur, terbanyak sejak tahun 1960-an.
Jika ditelisik, belum ada beleid terbaru terkait Dewan Ekonomi Nasional. Pada pasal 1, disebutkan bahwa Dewan Ekonomi Nasional berfungsi memberi nasehat di bidang ekonomi kepada presiden, guna mempercepat penanggulangan krisis dan penyehatan ekonomi nasional, serta kesiapan dalam menanggapi dinamika globalisasi.
"Dewan Ekonomi Nasional bertanggung jawab kepada presiden," bunyi pasal 2, dikutip Senin (21/10).
Kemudian, Dewan Ekonomi juga bertugas mengkaji berbagai masalah ekonomi untuk kemudian memberi masukan kepada presiden terkait saran tindak lanjut, menanggapi masalah ekonomi yang sedang terjadi pada masyarakat, dan melaksanakan penugasan lain di bidang ekonomi dari presiden.
Pada rapat kabinet perdana di Istana Negara, Jakarta, Prabowo menyampaikan bahwa dirinya akan mengawasi langsung kinerja Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Bappenas, serta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB).
Secara khusus pula, Prabowo meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani agar menjaga penggunaan anggaran secara tepat dan efisien bagi pembangunan dan kesejahteraan,
"Kita harus beri contoh fokus kita pembangunan ekonomi, kesejahteraan rakyat ke dalam. Jangan mengada-ngada studi banding belajar pramuka ke negara lain," kata Prabowo.
Di bawah kepemimpinan Prabowo, Kemenkeu kini berada langsung di bawah presiden, bukan lagi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian (Kemenko Perekonomian).
Program 100 hari
Target pertumbuhan ekonomi Prabowo ini tentu akan bermula dari implementasi program 100 hari pertama.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto sebagai ujung tombak menargetkan bisa kembali membangkitkan daya beli masyarakat yang tengah lesu dalam 100 hari kerja. Pasalnya, konsumsi menjadi kunci mencapai pertumbuhan yang kuat.
"Pertama tentu dari sifat ekonomi, sifatnya jangka menengah, panjang, yang penting kita mendorong agar daya beli masyarakat terjaga," jelasnya di kantornya usai resmi dilantik oleh Prabowo, Senin (21/10).
Sementara itu, Menteri Perdagangan Budi Santoso mengungkapkan fokus utamanya dalam 100 hari pertama menjabat adalah pengamanan pasar dalam negeri.
"Jadi pasar dalam negeri itu kan besar, kita harus bisa memanfaatkan sebaik mungkin diisi oleh industri-industri dalam negeri juga," ujarnya usai melakukan serah terima jabatan di Auditorium Kemendag, Jakarta, dikutip dari CNBC, Senin (21/10).
Kedua, menurutnya, perluasan ekspor. Meski neraca perdagangan Indonesia surplus selama 53 bulan berturut-turut, ekspor katanya tetap harus digenjot.
Fokus ketiga adalah memperluas akses UMKM ke pasar internasional. Menurutnya, saat ini rasio kewirausahaan Indonesia masih kecil, yakni hanya sebesar 3,47 persen. Sedangkan untuk menjadi negara maju rasio kewirausahaan harus berada di angka 10 sampai 12 persen.
Tiga cara dorong investasi
Ketua Dewan Usaha Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Chairul Tanjung menilai pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen merupakan besaran investasi yang luar biasa.
Menurutnya, ada tiga cara mendorong kemajuan investasi di Indonesia, yakni terkait implementasi kepastian hukum; kestabilan dalam berbagai bidang termasuk politik hingga keamanan; dan bahwa semua yang berinvestasi pasti menginginkan cuan sebagai timbal balik.
"Paling perlu adalah semua investasi pasti berharap cuan (atau) keuntungan. Ini hanya bisa dilakukan kalau seandainya sumber daya manusia (SDM) kita itu bisa ditingkatkan kualitasnya agar lebih produktif. Sehingga kita punya daya saing yang lebih besar. Ini semua membuat dunia usaha, baik swasta, BUMN, maupun asing akan melakukan investasi besar-besaran," kata CT, panggilan Chairul Tanjung dalam Dialog di Menara Kadin, Jakarta Selatan, Rabu (23/10).
Pada saat bersamaan, CT juga mendorong pertumbuhan pusat ekonomi baru di daerah-daerah, yang diyakini akan menyerap banyak tenaga kerja dan mendorong kesejahteraan.
"Keadaan global sedang seperti ini, banyak komplikasinya. Kita tahu masalah daya beli sedang turun, masalah kelas menengah turun, that is not easy. Jadi, perlu satu koordinasi yang sangat luar biasa antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, juga dengan dunia usaha," lanjut CT.
Senada, Indonesia Labor Institute atau Institute Kebijakan Alternatif Perburuhan Indonesia meminta Prabowo membuat infrastruktur penciptaan lapangan kerja melalui revitalisasi Program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), yang bertujuan mencegah gelombang PHK berkelanjutan.
Sekretaris Eksekutif Indonesia Labor Institute, Andy William Sinaga menyampaikan bahwa hal tersebut bisa dicapai dengan mengedepankan strategi link n match pelatihan dan akses ke market, diikuti dukungan finansial kepada para pelaku usaha mikro yang telah mendapatkan pelatihan.
"Itu untuk menjawab tantangan masifnya fenomena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dengan membuat grand design penciptaan lapangan kerja sektor usaha mikro," katanya, dilansir Antara.
Sedangkan untuk penciptaan lapangan kerja sektor usaha mikro, Prabowo diminta mendorong BPJS Ketenagakerjaan agar lebih berperan aktif untuk memperluas kepesertaan sektor usaha mikro.
"Bila perlu, BPJS Ketenagakerjaan dapat menjadi salah satu aktor dalam membina para pelaku sektor usaha mikro tersebut," kata Andy.
Wirausaha di Bidang Digital
Sejak Covid-19 melanda Indonesia, pola kerja menjadi bervariasi, antara lain dengan popularitas work from home atau WFH. Migrasi dari pekerjaan formal menjadi informal itu saat ini belum terdata oleh pemerintah.
Mantan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa ketika menjabat pernah berteori bahwa penurunan jumlah kelas menengah yang terjadi belakangan ini adalah karena kalangan muda atau Gen Z memilih kerja di sektor informal. Suharso kala itu secara khusus menggunakan istilah self employee dalam fenomena ini.
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Indonesia Telisa Aulia Falianty membenarkan pergeseran sektor pekerjaan ini. Data Sakernas pada Februari 2024 menyatakan, dari 142,18 juta penduduk Indonesia yang bekerja, 93,27 di antaranya merupakan pekerja penuh, dan 36,80 pekerja paruh waktu.
Telisa menilai, membanjirnya pekerja informal saat ini antara lain karena preferensi pekerjaan, di mana kalangan muda memilih pekerjaan dengan waktu fleksibel. Dengan digitalisasi, kalangan muda banyak yang bekerja sebagai freelancer maupun pembuat konten.
Meski begitu, bagi Telisa, pergeseran ini lebih dari peralihan sektor pekerjaan. Pasalnya, peralihan ini juga berpengaruh kepada pendapatan para pekerja informal yang tak menentu.
"Daya beli yang tergerus juga berhubungan dengan struktur tenaga kerja yang didominasi sektor informal," kata Telisa.
(ory)
komentar
Jadi yg pertama suka