Ekonomi & Bisnis
Donald Trump Menang, Wamenperin Tawarkan Insentif untuk Tampung Relokasi Industri dari Cina
TEMPO BISNIS
| Desember 10, 2024
18 0 0
0
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Perindustrian, Faisol Riza mengatakan, saat ini banyak perusahaan dari Cina yang mencari tempat baru untuk melangsungkan bisnis. Hal ini buntut presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, yang berencana mengenakan bea masuk tinggi untuk barang impor dari Negeri Panda.
“Mereka (perusahaan-perusahaan Cina) sekarang berlomba-lomba untuk mencari tempat-tempat baru, salah satunya Indonesia,” kata Faisol Riza dalam Temu Bisnis Industri Kecil dan Menengah Komponen Otomotif dengan Industri Besar di Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Jakarta, Selasa, 10 Desember 2024.
Namun, Faisol Riza mengatakan, karena ini perlombaan, negara yang paling cepat menyediakan insentif bagi perusahaan-perusahaan itu yang akan mendapatkan manfaatnya. Ia mencontohkan, Vietnam saat ini telah menurunkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 8 persen untuk menangkap peluang itu.
“Kami di Kementerian Perindustrian lagi mendiskusikan dan mengajak kementerian dan lembaga yang lain supaya bisa sama-sama menangkap peluang-peluang seperti ini,” kata politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.
Karena itu, Faisol Riza mengatakan kunci untuk mendapat limpahan keuntungan dari perang dagang itu adalah insentif bagi industri yang akan masuk. Insentif, kata dia, saat ini menjadi faktor penting dari negara-negara tujuan relokasi industri dari Cina.
Sejak meletus pada 2018, perang dagang Amerika-Cina berdampak beragam terhadap berbagai negara. Namun Indonesia tak berhasil mengambil peluang menggantikan posisi Cina sebagai eksportir ke Negeri Abang Sam.
Direktur Eksekutuf Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Tudhistira mengatakan saat itu banyak perusahaan manufaktur serta industri pengolahan, termasuk tambang dari Cina dan AS, mencari mitra dagang baru. “Indonesia enggak dapat sama sekali, justru makin bergantung pada Cina,” ujarnya.
Ada beberapa penyebab negara-negara tetangga justru ketiban untung dari perang dagang. Bhima menjelaskan, angka korupsi yang relatif rendah di negara-negara itu menjadi faktor penentu. Incremental Capital Output Ratio (ICOR) juga menjadi alasan para investor AS dan Cina enggan berinvestasi di Indonesia.
ICOR merupakan rasio yang menunjukkan besarnya tambahan investasi yang diperlukan untuk menambah satu unit output. Makin kecil angka ICOR, biaya investasi untuk menghasilkan output tertentu akan makin efisien.
Badan Pusat Statistik mencatat, pada 2022, ICOR Indonesia berada di level 6,25 persen. Angka ini lebih tinggi dari Malaysia yang sebesar 4,5 persen, Thailand 4,4 persen, Vietnam 4,6 persen, dan Filipina 3,7 persen.
Bhima menambahkan, faktor keterampilan tenaga kerja dan kedekatan geografis juga menjadi alasan negara-negara seperti Vietnam kecipratan berkah dari perang dagang. Sedangkan Malaysia, menurut dia, menuai untung karena kebijakan insentif pemerintahannya tepat sasaran.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan pemberian insentif smelter Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) untuk komoditas nikel di Indonesia yang justru berfokus pada produk stainless steel. Padahal nikel bisa menjadi bahan baku penting untuk membuat baterai kendaraan listrik.
komentar
Jadi yg pertama suka