Ekonomi & Bisnis
Perjalanan Mengunjungi Tambang Terbuka Grasberg Milik Freeport Pasca Tutup pada 2020
TEMPO BISNIS
| Desember 18, 2024
10 0 0
0
TEMPO.CO, Jakarta - Setelah melalui perjalanan selama delapan jam dengan dua kali transit di Bali dan Makassar, akhirnya kami tiba di Bandar Udara Mozes Kilangin pada Senin, 9 Desember 2024, pukul 16.00 WIT. Tempo bersama 14 wartawan dari berbagai media nasional berkesempatan mengunjungi wilayah izin usaha pertambangan khusus dan kawasan penunjang yang dikelola PT Freeport Indonesia, di Kabupaten Mimika, Papua Tengah. Dan ini baru saja tiga perempat perjalanan.
Kami hanya beristirahat sejenak sembari menunggu bus–yang merupakan Iveco Trakker 380 4x4 hasil modifikasi bagian bak belakangnya agar bisa mengangkut penumpang puluhan orang–siap untuk mengatar kami ke Tembagapura, Kabupaten Mimika.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Iveco Trakker ini tak hanya dimodifikasi untuk mengangkut penumpang, interior bus pun berlapis armor atau antipeluru dan menyisakan sekitar satu perdelapan ruang bagian atas agar tetap ada cahaya yang bisa masuk. Kondisi itu membuat siapapun yang ada di dalamnya, tak bisa melihat suasana sepanjang perjalananan. Sehingga, tak ada yang bisa dilihat sepanjang jalan menuju Tembagapura yang memakan waktu sekitar 2,5 jam kecuali mendengar suara hujan yang makin deras begitu kami melaju ke ketinggian 1.900 mdpl.
Suasana di Terminal Tembagapura milik Freeport pada Senin, 9 Desember 2024
Selama perjalanan ke atas dengan bus berkelir oranye itu, hanya ada satu kesempatan berhenti untuk menggunakan toilet. Waktu henti di area ini pun sangat singkat, dibatasi maksimal hingga 10 menit saja. Di area tersebut ada penjagaan beberapa orang berseragam lengkap dengan rompi antipeluru sembari memangku senjata api.
Bus berlapis armor dan penjagaan ketat itu menurut External Affairs & Sustainability Specialist Freeport Indonesia, Trian Purnamasari, berlaku sejak 2017 pasca peristiwa penembakan. “Sejak itu bus-bus dilapisi armor dan keberangkatan bus terjadwal, harus berangkat bareng (dalam satu arakan) tidak bisa berangkat sendiri-sendiri.”
Namun setidaknya dengan pemasangan dinding antipeluru itu, siapapun yang ada di dalamnya tak perlu cemas terhadap penembakan sepanjang perjalanan menuju lokasi penambangan di Tembagapura.
Kami tiba di Terminal Tembagapura menjelang magrib waktu setempat. Saat turun dari bus, langit sudah makin gelap dan hujan masih kerap. Suhu mencapai 21 derajat celcius. Suasana di Terminal Freeport terasa berbeda. Di sekeliling berdiri bangunan-bangunan berupa mess atau barak bertingkat tempat para karyawan tinggal. Dekat terminal, ada bangunan berisi pusat perbelanjaan dan restoran serta kafe. Sejumlah pekerja asing dengan jumpsuit dan perlengkapan safety hilir mudik. “Ini jam sebagian karyawan pulang ada juga yang akan bekerja di shift berikutnya.”
Kami diajak mampir ke kantin karyawan untuk makan malam sebelum ke rumah sakit untuk melakukan cek kesehatan, memastikan kondisi tubuh sehat untuk melakukan perjalanan berikutnya ke kawasan tambang terbuka dan bawah tanah esok harinya.
Menuju Kawasan Tambang di Ketinggian 4.285 Mdpl
Pemandangan puncak di Pegunungan Barisan Sudirman di Papua yang biasa disebut Puncak Jaya atau Piramida Cartenz, yang terlihat dari area tambang terbuka Grasberg pada Selasa, 10 Desember 2024.
Selasa pagi, kami bersiap untuk perjalanan ke Grasberg di ketinggian 4.285 Mdpl. Perjalanan kali ini kembali menaiki bus oranye. Bedanya kali ini, interior bus tak berlapis armor. Rupanya lapisan antipeluru hanya untuk bus yang digunakan dari Tembagapura ke Timika, pun sebaliknya.
Sedangkan di kawasan Tembagapura dan area tambang, antipeluru tak diperlukan. Namun sepanjang perjalanan kami tetap harus mengikuti standar keamanan dan keselamatan yakni, memakai perlengkapan berupa sepatu bot, jaket dengan reflektor, serta helm proyek. Dan selalu memasang sabuk pengaman sepanjang perjalanan.
Dalam perjalanan sekitar 30 menit dari Tembagapura, kami berhenti di mile 74 yang berada di ketinggian sekitar 2.833 mdpl untuk berganti moda transportasi. Mile 74 atau Ridge Camp merupakan area kompleks pabrik pengolahan bijih, gudang, perkantoran, bengkel, juga area pemberhentian kereta gantung. Di area ini juga terdapat tempat pusat pengendali tambang bawah tanah dan tempat tinggal bagi pekerja tambang Freeport Indonesia.
Untuk melanjutkan perjalanan ke Grasberg, kami harus menaiki trem atau kereta gantung dengan panjang kabel lintasan 1.660 meter. Trem ini mampu menampung sekitar seratus penumpang dalam kondisi berdiri.
Dari dalam trem kami bisa melihat pabrik pengolahan konsentrat termasuk kolam bundar penampungan air konsentrat. Makin tinggi, pemandangan berupa tebing-tebing berbalut lumut hijau makin tertutup kabut. Perjalanan menggunakan trem berlangsung sekiatr 15-20 menit. Begitu turun di Mile 72, kami harus melanjutkan perjalanan menggunakan bus menuju area bibir tambang terbuka Grasberg yang sudah tutup pada awal 2020.
Setelah turun dari trem, sebuah bus kecil berkelir putih abu, berukuran agak kecil, sudah menunggu dan siap mengantar rombongan ke lokasi tambang terbuka dan Puncak Grasberg atau Bunaken Overlook. Cuaca sudah makin cerah pagi itu walau suhu makin dingin dan oksigen mulai menipis.
Kian atas, pemandangan kian lapang dan cuaca kian dingin. Begitu turun dari bus, sebuah plang terbentang dengan gambar tambang terbuka bertuliskan Tambang Terbuka Grasberg 4285 mdpl, Papua Tengah, Indonesia menyambut kami. Puncak Jaya atau Carstensz Pyramid di Barisan Pegunungan Sudirman dengan lapisan salju abadinya terbentang dari kejauhan.
Seekor anjing bernyanyi atau Singing Dog berdiri dengan latar area tambang terbuka Grasberg pada Selasa, 10 Desember 2024. Setelah tambag terbuka tak beroperasi sejak awal 2020, Freeport menjalankan proses reklamasi pascatambang dengan pelandaian dinding untuk mengembalikan vegetasi asli kawasan pegunungan.
Belum lama ini, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Stasiun Meteorologi Moses Kilangin Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah, memprediksikan salju di Puncak Jayawijaya ini akan habis pada 2026 lantaran perubahan iklim dan curah hujan tinggi. Pada 2022, luasan salju mencapai 0,23 kilometer persegi menyusut sekitar 0,11 kilometer persegi hingga 0,16 meter persegi.
Setelah berkeliling di area Bunaken Overlook kami berkesempatan turun ke area reklamasi tambang di Napua Overlook. Namun, saat turun, cuaca berubah. Langit yang sebelumnya cukup cerah perlahan terkepung kabut tebal membatasi jarak pandang. Suhu dingin pun makin menyergap.
Dari Napua Overlook kami bertolak turun ke kantor di Ridge Camp untuk melihat bagaimana pengendalian tambang bawah tanah dari jarak jauh bekerja. Di lantai dua Building #4 Mile Post 72, kami memasuki sebuah ruangan kontrol Deep Mill Level Zone (DMLZ) berisi deretan kursi lengkap dengan layar-layar besar.
“Kontrol room ini tools perusahaan untuk mengelola sumber daya meliputi pengelolaan, waktu, karyawan, dan alat ringan-berat semuanya tersentralisasi dengan sistem dispatching,” ujar Kevin Martua, Senior Mine Engineer DMLZ Production.
Siang itu, belasan orang nampak khusyuk menatap layar sembari tangan tak lepas dari stick dan sesekali menekan tombol. Beberapa di antaranya mengoperasikan kendaraan long haul dump (LHD) yang terpaut jaraknya sekitar 7-8 kilometer di bawah tanah. “Alatnya real di lapangan tapi dikendalikan oleh operator dari sini,” ujar Kevin. Proses pengendalian jarak jauh ini menurutnya merupakan inovasi untuk meminimalisasi risiko di tambang bawah tanah, seperti lumpur basah, gempa, paparan debu atau gas berbahaya.
Control Room DMLZ Freeport
Saat ini Freeport mengelola tiga tambang bawah tanah yaitu Grasberg Block Cave (GBC), Big Gossan, serta DMLZ. Dari ketiganya, saat ini, Freeport membidik target produksi bijih konsentrat mencapai 220-230 ribu ton per hari.
Rencananya, pada 2028 akan dibuka tambang bawah tanah Kucing Liar (Wild Cat) yang berpotensi menghasilkan 90 ribu ton bijih per hari. Vice President Underground Engineering Freeport Indonesia, Anton Priatna menyebut, saat ini Freeport sedang melanjutkan pengembangan penambahan produksi tembaga dan emas melalui tambang bawah tanah Kucing Liar tersebut. "Nanti tahun 2029, produksi akan bertambah melalui tambang bawah tanah Kucing Liar menjadi 240 ribu ton," tuturnya.
komentar
Jadi yg pertama suka