Cari Berita
Tips : hindari kata umum dan gunakan double-quote untuk kata kunci yang fix, contoh "sakura"
Maksimal 1 tahun yang lalu
Ekonomi & Bisnis
Hippindo Keluhkan Tren Belanja ke Luar Negeri: Padahal Barangnya Ada di Sini
TEMPO BISNIS   | 18 jam yang lalu
5   0    0    0
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budiharjo Iduansyah mengeluhkan fenomena pergeseran preferensi belanja masyarakat menengah ke atas. Dia mengatakan, belakangan muncul tren berbelanja produk-produk bermerek global ke luar negeri.
“Padahal, brand-brand global tersebut juga dijual di Indonesia. Tapi masyarakat lebih memilih membeli ke Singapura, Malaysia, bahkan Jepang,” ujarnya saat dihubungi Tempo, Kamis, 26 Desember 2024.
Menurut Budi, pergeseran tersebut terjadi akibat adanya disparitas harga pada produk merek global yang dijual di dalam dan luar negeri. Selain itu, masyarakat juga beranggapan produk-produk bermerek global sering kali terlambat masuk ke Indonesia. Rumitnya proses perizinan importasi menurut dia jadi penyebab terjadinya disparitas harga dan kelangkaan produk-produk merek global tersebut.
Meski Kementerian Perdagangan (Kemendag) telah mengeluarkan kebijakan relaksasi produk impor melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024, Budi menilai, perizinan impor produk masih terlalu rumit. Padahal, produk-produk yang dia impor merupakan produk-produk bermerek global yang telah memenuhi persyaratan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) dan melewati prosedur legal.
Budi menuturkan, pihaknya sepakat pemerintah harus memperketat regulasi impor untuk mencegah impor ilegal yang merugikan industri dalam negeri. “Tapi akhirnya yang legal seperti kami juga terkena dampak rumitnya regulasi yang sebenarnya tidak perlu,” kata dia.
Budi mencontohkan salah satu persyaratan dalam regulasi impor yang tidak perlu adalah pembuktian izin sewa gudang serta izin merek. Menurut dia, importasi produk pakaian jadi bermerek global cukup dibuktikan dengan adanya toko resmi sesuai dengan merek produk yang diimpor. “Kalau yang mau impor toko online, itu yang harus dibuktikan. Tapi kalau yang impor tokonya jelas, alamatnya jelas, mereknya jelas, ada investasi, ada karyawan, enggak usah ditanya terlalu ribet,” ucap Budi.
Adapun, Permendag 8 Tahun 2024 merupakan revisi ketiga dari Permendag 36 Tahun 2023 tentang larangan pembatasan impor. Permendag ini diterbitkan sebagai respons pemerintah atas menumpuknya kontainer di pelabuhan-pelabuhan impor karena belum turunnya izin. Penerbitan Permendag ini bertujuan untuk mengatasi persoalan yang muncul akibat pemberlakuan Permendag 36/2023 jo 3/2024 jo 7/2024 yang melakukan pengetatan impor dan penambahan persyaratan perizinan impor berupa peraturan teknis (pertek).
Penerbitan Permendag 8/2024, membuat sejumlah perizinan impor mengalami relaksasi. Salah satunya alas kaki dan pakaian jadi. Meski dianggap mengatasi masalah penumpukan kontainer, banyak pihak yang menyesalkan penerbitan Permendag ini, salah satunya adalah asosiasi industri tekstil dan pertekstilan (TPT).
Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (Apsyfi), Redma Gita Wirawasta mengatakan lonjakan impor akibat pemberlakuan Permendag Nomor 8 Tahun 2024 menjadi penyebab kolapsnya puluhan industri tekstil dalam negeri. Menurut dia, Permendag 8/2024 yang menghapus Pertek untuk perizinan impor pakaian jadi, terbukti menaikkan impor pakaian jadi hingga 18 kali lipat dibanding sebelumnya.
Apsyfi melaporkan sebanyak 60 perusahaan tekstil berguguran dalam dua tahun terakhir. Kolapsnya industri tekstil ini mengakibatkan sebanyak 250 ribu pekerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).
komentar
Jadi yg pertama suka