Ekonomi & Bisnis
Riset Binus: Kebijakan Hilirisasi Indonesia Jadi Inspirasi Negara Lain
CNN EKONOMI
| Januari 2, 2025
10 0 0
0
Jakarta, CNN Indonesia --
Kebijakan hilirisasi pertambangan mineral Indonesia disebut menjadi inspirasi bagi negara-negara berkembang di Asia dan Afrika untuk menerapkan hal serupa.
Hal itu terungkap melalui penelitian Binus University bertajuk "Analisis Mahadata Kebijakan Hilirisasi: Strategi dan Diplomasi Indonesia Menghadapi Dinamika Global" yang menyampaikan bahwa keberhasilan Indonesia meningkatkan nilai tambah sumber daya alam (SDA) menjadi pendorong negara-negara lain mengadopsi langkah yang sama.
Salah satu anggota tim peneliti Binus, Dr. Edy Irwansyah menyebut bahwa selain meningkatkan perekonomian nasional, hilirisasi di Indonesia juga menciptakan model kebijakan yang relevan dalam konteks global.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Indonesia telah menunjukkan bahwa melalui hilirisasi, bahan tambang seperti nikel, tembaga, dan kobalt dapat diolah menjadi produk bernilai tambah tinggi yang lebih kompetitif di pasar internasional. Ini menjadi inspirasi bagi negara-negara lain untuk memaksimalkan potensi sumber daya mereka," ujar Edy.
Salah satu negara yang termotivasi oleh kebijakan hilirisasi Indonesia adalah Filipina sebagai pemasok nikel utama dunia. Filipina menjadi bukti, Indonesia berhasil mendorong pengolahan domestik menjadi referensi kebijakan ekonomi bagi negara-negara lain yang memiliki kekayaan SDA.
"Hilirisasi di Indonesia juga dinilai berhasil menarik investasi asing dan memperkuat posisi negara dalam rantai pasok global. Produk berbasis nikel seperti bahan baku baterai lithium dan stainless steel memberikan nilai ekspor yang jauh lebih tinggi dibandingkan bahan mentah," kata Edy yang juga Lecturer Specialist Binus University.
Selain itu, lanjutnya, upaya ini mendorong diversifikasi ekonomi, memperkuat sektor manufaktur, dan menciptakan lapangan kerja baru di berbagai wilayah penghasil tambang, seperti Sulawesi dan Maluku.
Namun, penelitian Binus itu turut mencatat beberapa tantangan yang dihadapi Indonesia dalam implementasi kebijakan. Menurut anggota tim peneliti, Dr. Ahmad Sofyan, salah satunya adalah konflik perdagangan internasional, seperti gugatan Uni Eropa di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait larangan ekspor nikel mentah.
Ahmad Sofyan menilai, konflik ini memperlihatkan ketegangan antara upaya proteksionisme domestik untuk pembangunan industri nasional dengan aturan perdagangan bebas global.
"Perselisihan ini mengharuskan Indonesia untuk memadukan strategi hilirisasi dengan pendekatan diplomasi ekonomi yang konstruktif. Jika tidak dikelola dengan baik, ini dapat menimbulkan dampak negatif terhadap hubungan perdagangan internasional," papar Ahmad Sofyan.
Selanjutnya, isu lingkungan juga diingatkan menjadi perhatian penting dalam kebijakan hilirisasi. Proses pengolahan logam berat seperti nikel dan tembaga disebut berisiko menghasilkan limbah berbahaya yang dapat mencemari lingkungan, jika tidak dikelola dengan teknologi yang memadai.
Ke depannya, peningkatan eksploitasi tambang juga berpotensi mempercepat deforestasi dan degradasi lingkungan, sehingga diperlukan regulasi yang kuat dan teknologi pengolahan yang ramah lingkungan.
Riset Binus menegaskan, hilirisasi adalah langkah strategis yang mampu mengubah peran Indonesia dari eksportir bahan mentah menjadi pusat manufaktur global. Namun, keberhasilan jangka panjang kebijakan ini bergantung pada keberlanjutan, regulasi yang inklusif, dan pengelolaan yang cermat.
"Indonesia telah menjadi model yang diikuti banyak negara berkembang, tetapi kebijakan ini harus terus dievaluasi untuk memastikan keberlanjutan ekonomi, perlindungan lingkungan, dan pemerataan manfaat bagi masyarakat," pungkas Edy.
(rea/rir)
komentar
Jadi yg pertama suka