Cari Berita
Tips : hindari kata umum dan gunakan double-quote untuk kata kunci yang fix, contoh "sakura"
Maksimal 1 tahun yang lalu
Ekonomi & Bisnis
Wabah Penyakit Mulut dan Kuku Merebak, Asosiasi: Karena Pemerintah Longgarkan Impor Sapi
TEMPO BISNIS   | 10 jam yang lalu
1   0    0    0
TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia Rochadi Tawaf mengatakan wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) yang menjangkiti sapi para peternak di Indonesia disebabkan kebijakan pemerintah melonggarkan impor hewan ternak itu sejak 2016. "PMK bisa muncul kembali karena virusnya sendiri memang sulit diberantas. Yang penting buat kita ketahui, ini bisa terjadi karena kita lalai," ujar pengajar Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran (Unpad) ini saat dihubungi Tempo, Sabtu, 11 Januari 2025.
Rochadi bercerita, pemerintah pertama kali melonggarkan keran impor sapi melalui revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1967 menjadi UU Nomor 18 Tahun 2009. Revisi ini mengubah kriteria impor sapi dari berbasis negara menjadi berbasis zona. Artinya, pemerintah boleh mengimpor sapi dari zona bebas PMK, meski wilayah lain di negara itu terjangkit penyakit menular itu.
Perubahan ini ditolak para asosiasi peternak. Rochadi cs. mengajukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2010. Para peternak menang. Alasannya, Indonesia belum memiliki sistem kesehatan hewan nasional dan otoritas veteriner untuk melindungi negara dari serangan kemungkinan munculnya penyakit. Impor sapi tetap berbasis negara. 
Tapi ambisi pemerintah mendatangkan sebanyak-banyaknya sapi dari luar negeri tak surut. Di era pemerintahan Joko Widodo, revisi aturan impor sapi ini kembali bergulir. Lewat UU Nomor 41 Tahun 2014, pemerintah saat itu ingin mengimpor sapi dari India. Para peternak kembali mengajukan judicial review, tapi ditolak.
Aturan yang membolehkan mengimpor sapi dari zona bebas PMK muncul lewat Pemerintah Pemerintah (PP) Nomor 4 Tahun 2016. Permohonan judicial review yang diajukan para peternak ke Mahkamah Agung ditolak. "Kalah lagi di situ, ya sudah kami lemes aja. Akhirnya sudah kejadian kayak sekarang, enggak ada yang mau tanggung jawab kan," tuturnya.
Rochadi berujar, vaksinasi terhadap sapi-sapi impor itu harus dilakukan secara kontinyu. Begitu berkembang-biak, para sapi anakan juga harus divaksin. Sebab jika tidak, virus akan bermutasi. Namun, skema vaksinasi ini sulit dilakukan di kalangan peternakan di Indonesia yang masih tradisional. "Ini akan sangat menyulitkan kita bebas PMK," ujarnya.
komentar
Jadi yg pertama suka