Cari Berita
Tips : hindari kata umum dan gunakan double-quote untuk kata kunci yang fix, contoh "sakura"
Maksimal 1 tahun yang lalu
Ekonomi & Bisnis
Profil Bambang Hero: Guru Besar Kehutanan IPB, Kenyang Gugatan karena Ungkap Kerusakan Lingkungan
TEMPO BISNIS   | 16 jam yang lalu
7   0    0    0
TEMPO.CO, Jakarta - Nama Profesor Bambang Hero Saharjo menjadi perhatian akhir-akhir ini, setelah sebuah kelompok yang menamakan diri Persaudaraan Pemuda Tempatan (Perpat) Kepulauan Bangka Belitung melaporkannya ke Polda Bangka Belitung pada 8 Januari 2024.
Perpat menuduh hasil perhitungan kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi di PT Timah 2015–2022 dari sektor lingkungan janggal karena Bambang Hero bukan ahli keuangan.
Bambang berdasarkan kerusakan alam yang terjadi akibat penambangan ilegal, memperhitungkan kerugian negara sampai Rp271 triliun. Hasil hitungan ini dilengkapi BPK sehingga kerugian negara akibat aksi penambangan ilegal tersebut mencapai Rp300 triliun dan jadi dasar Kejaksaan Agung menuntut para terdakwa di pengadilan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Siapa Bambang Hero? Pria kelahiran 10 November 1964, tepat di Hari Pahlawan, adalah guru besar kehutanan IPB Bogor yang mendalami forensik kebakaran. Ia menjadi langganan pemerintah dan kejaksaan dalam memperhitungkan kerusakan lingkungan termasuk akibat kebakaran.
Pada 2019, Bambang memenangkan penghargaan John Maddox Prize di London, Inggris, atas kontribusinya dalam menggunakan bukti ilmiah untuk mendukung penegakan hukum terhadap pembakaran atau pembersihan hutan secara ilegal di Indonesia
Ia tidak pernah kompromi soal dampak yang dilakukan pihak perusak lingkungan, sehingga dilaporkan ke polisi atau digugat ke pengadilan karena analisisnya terhadap kerusakan lingkungan.
Tahun lalu misalnya, Bambang Hero digugat Rp510 miliar oleh perusahaan sawit PT Jatim Jaya Perkasa (JJP) karena ia menjadi saksi ahli dalam kasus pembakaran lahan yang dilakukan perusahaan itu di Kabupaten Rokan Hilir, Riau pada 2013. Berdasarkan informasi yang dihimpun KontraS, PT JJP meminta Bambang mencabut pernyataan soal hasil analisanya terhadap kebakaran yang menyebabkan hilangnya seribu hektare hutan.
Dalam sidang pengadilan sebelumnya, PT JJP dinyatakan bersalah dan divonis denda sampai Rp490 miliar. Gugatan kepada Bambang Hero kemudian dicabut sendiri oleh PT JJP.
Ini Kata Bambang Soal Pengaduan ke Polisi
Menanggapi pengaduan oleh Perpat, Bambang Hero terlihat tenang. "Dia bilang saya membikin keterangan palsu. Keterangan palsunya itu seperti apa? Karena saya itu diminta secara resmi oleh penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung dan kemudian tugas itu saya laksanakan," kata Bambang dalam keterangannya yang dikutip Antara di Jakarta pada Senin, 13 Januari 2025.
Ia mengatakan bahwa pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 7 Tahun 2014 disebutkan bahwa pihak yang berhak menghitung kerugian akibat kerusakan lingkungan hidup adalah ahli lingkungan atau ahli valuasi ekonomi.
Lalu, dirinya sebagai ahli lingkungan telah mengikuti persyaratan sebelum menentukan nilai kerugian, yakni dengan menghitung luas dan mengambil sampel di area yang diduga rusak.
"Untuk memastikan seperti apa kondisi awal dan sebagainya, saya menggunakan citra satelit itu. Jadi, saya tahu tahun 2015 kondisinya seperti apa, 2016, 2017, 2018, 2019, 2020, bahkan gambarnya pun jelas dilihat dari udara. Bahkan, saya ke lapangan," ucapnya.
Apabila memang tidak terima dengan hasil perhitungan, menurut Bambang, seharusnya keberatan itu disampaikan di dalam sidang.
"Kalau memang tidak terima, seharusnya saat persidangan disampaikan. Nah, sekarang majelis hakim menerima hasil perhitungan saya yang itu digunakan oleh penyidik dan kemudian dilengkapi oleh BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) sehingga dari Rp271 triliun kerusakan lingkungan itu menjadi Rp300 triliun," ujarnya.
Dukungan berdatangan untuk Bambang Hero melawan pengaduan tersebut. Rektor IPB University Arif Satria angkat suara atas upaya kriminalisasi yang dialami salah satu dosen dan guru besar di kampusnya, Bambang Hero Saharjo. Arif meminta pemerintah mengambil sikap tegas melindungi dosen dan guru yang dijadikan saksi ahli oleh negara dalam sebuah persidangan perkara.
Menurut Arif, pelaporan seperti itu bisa merusak tatanan hukum di Indonesia. "Jika semua saksi ahli yang dihadirkan dalam persidangan untuk diminta keterangan oleh majelis hakim dapat digugat atau dikriminalisasi oleh pihak tertentu, maka tidak akan ada lagi ahli yang mau ditugaskan sebagai saksi ahli di pengadilan," katanya melalui Humas IPB University pada Senin, 13 Januari 2025.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Harli Siregar menilai pelaporan Prof. Bambang Hero Saharjo ke polisi adalah langkah yang salah besar.
Ketika dihubungi ANTARA di Jakarta, Senin, Harli menjelaskan bahwa posisi ahli dalam memberikan keterangan dengan dasar pengetahuannya adalah bebas dan dijamin oleh undang-undang.
Apabila mengacu pada Pasal 1 angka 28, Pasal 120, dan Pasal 186 KUHAP serta Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 sebagai perubahan atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2004 tentang Pelindungan Saksi dan Korban, menurut dia, justru ahli harus dilindungi dalam memberikan keterangan.
"Jadi, salah besar jika ahli dilaporkan karena keterangannya dalam pembuktian suatu peristiwa pidana," ucapnya.
Kapuspenkum menegaskan bahwa ahli telah memberikan keterangannya atas dasar pengetahuannya yang kemudian diolah dan dihitung oleh auditor negara.
"Perhitungan atas kerugian keuangan negara ini didasarkan atas permintaan jaksa penyidik," ucapnya.
Praktisi hukum dari Dalimunthe and Tampubolon Lawyers, Boris Tampubolon, menilai tuduhan terhadap Bambang Hero dalam kasus timah tidak berdasar. Boris menegaskan keterangan seorang ahli di persidangan merupakan pendapat yang didasarkan pada keahliannya dan tidak dapat dikategorikan sebagai keterangan palsu, seperti yang diatur dalam Pasal 242 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Keterangan ahli, kata Boris, dapat berbeda antara satu ahli dan ahli lainnya. Isinya merupakan pendapat berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau suatu keadaan sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 187 KUHAP. "Hakim yang akan menilai berdasarkan fakta persidangan apakah pendapat ahli tersebut dapat dijadikan pertimbangan dalam putusan atau tidak," ujar Boris dalam keterangannya, Senin, 13 Januari 2025.
Mahfuzulloh Al Murtadho, Dani Aswara berkontribusi dalam penulisan artikel ini
komentar
Jadi yg pertama suka