Ekonomi & Bisnis
Prabowo Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Bisa Capai 8 Persen atau Lebih, Bagaimana Realitanya?
TEMPO BISNIS
| 16 jam yang lalu
4 0 0
0
TEMPO.CO, Jakarta - Meski baru tiga bulan menjabat, Presiden RI Prabowo Subianto menyatakan semakin percaya diri bahwa target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar delapan persen bisa tercapai bahkan melebihinya. Lantas bagaimana kah realita pertumbuhan ekonomi Indonesia?
Adapun pernyataan optimistis itu disampaikan Prabowo saat menghadiri musyawarah nasional Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia pada Kamis, 16 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Saya baru mungkin menginjak bulan ketiga, memimpin pemerintahan Republik Indonesia dan semakin saya mempelajari keadaan perekonomian kita, saya semakin merasa percaya diri, saya merasa optimis, saya percaya, saya yakin, kita akan mencapai bahkan mungkin melebihi 8 persen pertumbuhan,” kata Prabowo dalam pidatonya di Hotel The Ritz Carlton, Mega Kuningan, Jakarta Selatan.
Prabowo mengatakan, dengan bantuan para menterinya, ia yakin akan membuat kejutan di bulan-bulan mendatang. Ia menegaskan angka-angka yang ditargetkan sesuai dengan ilmu pasti dan matematika. “Angka itu, angka ilmiah itu, susah untuk berbohong. Asal kita melakukan kalkulasi yang masuk akal, 2+2 itu 4. Hanya kadang-kadang dalam politik indonesia 2+2 bisa 4,5, bisa 5, bisa 3 tapi itu bisa tidak ilmiah,” kata dia.
Ambisi Prabowo menaikkan pertumbuhan ekonomi Tanah Air menjadi 8 persen sudah dilontarkan sejak jauh hari sebelum dilantik. Dalam berbagai kesempatan, ia menyampaikan bahwa RI mampu mencapai pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen dalam kurun waktu dua sampai tiga tahun pemerintahannya.
"Saya sangat yakin, saya sudah berbicara dengan para pakar dan mempelajari angkanya. Saya yakin kita dapat dengan mudah mencapai 8 persen. Saya bertekad melampauinya," katanya ketika menghadiri Qatar Economic Forum 2024 di Doha pada 15 Mei 2024.
Namun bagaimana dengan realitanya?
Jika melihat pada kenyataan, pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar delapan persen yang ditargetkan Prabowo nampaknya bukan hal yang mudah. Dana Moneter Internasional (IMF) bahkan memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya akan mencapai 5,7 persen hingga 2029.
Dalam proyeksi IMF yang tertuang dalam dokumen World Economic Outlook edisi Oktober 2024 itu, tahun depan ekonomi RI diprediksi tumbuh 5,7 persen, setelah tahun ini tumbuh 4,96 persen. Sementara untuk 2026, proyeksi pertumbuhan ekonomi mencapai 5,6 persen, dan untuk 2027 sebesar 5,7 persen. Kemudian pada 2028, ekonomi Indonesia diramal tumbuh 5,6 persen dan selanjutnya 5,7 persen di tahun 2029.
Untuk diketahui, target awal pertumbuhan ekonomi 2024 disasar mencapai 5,2 persen secara tahunan (yoy). Namun hasil dari catatan Kementerian Keuangan justru menunjukkan capaian yang meleset, di mana pada kuartal pertama pertumbuhan ekonomi mencapai 5,11 persen yoy. Lalu di kuartal kedua 2024, ekonomi Indonesia tumbuh 5,05 persen yoy, hingga mengalami penurunan pada kuartal ketiga menjadi 4,95 persen.
Sementara pertumbuhan ekonomi per kuartal empat masih dihitung, Sri Mulyani menilai bahwa angka tersebut diproyeksikan berada di sekitar 5 persen yoy. “Sehingga untuk keseluruhan tahun, growth kita perkirakan di 5 persen,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers kinerja APBN di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Senin 6 Januari 2025.
Di sisi lain, Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan bahwa pihaknya memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2025 mencapai kisaran 4,7–5,5 persen, di mana angka ini sedikit lebih rendah dari prakiraan sebelumnya sebesar 4,8–5,6 persen.
“Bank Indonesia memprakirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2025 mencapai kisaran 4,7–5,5 persen, sedikit lebih rendah dari kisaran prakiraan sebelumnya 4,8–5,6 persen,” kata Perry Warjiyo dalam konferensi pers Pengumuman Hasil Rapat Dewan Gubernur Bulan Januari 2025 dengan Cakupan Triwulanan di Gedung BI, Jakarta, Rabu, 15 Januari 2025, dikutip dari Antara.
Menurut Perry, kegiatan ekspor juga diprediksi lebih rendah sehubungan dengan permintaan negara-negara mitra dagang utama yang melambat, kecuali Amerika Serikat (AS). Faktor lainnya berasal dari konsumsi rumah tangga yang juga masih lemah, terutama golongan menengah ke bawah, karena ekspektasi penghasilan dan ketersediaan lapangan kerja belum kuat. Pada saat yang sama, dorongan investasi swasta turut belum kuat mengingat masih lebih besarnya kapasitas produksi dalam memenuhi permintaan domestik maupun ekspor.
Dalam kaitan ini, Perry menyebut bahwa BI akan terus mengoptimalkan bauran kebijakan untuk tetap menjaga stabilitas dan turut mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Upaya tersebut dilakukan melalui optimalisasi stimulus kebijakan makroprudensial dan akselerasi digitalisasi transaksi pembayaran yang ditempuh I dengan kebijakan stimulus fiskal pemerintah.
“Lebih dari itu, Bank Indonesia mendukung penuh implementasi program-program pemerintah dalam Astacita, termasuk untuk ketahanan pangan, pembiayaan ekonomi, serta akselerasi ekonomi dan keuangan digital,” ujar Perry.
Ilona Estherina berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
komentar
Jadi yg pertama suka