Cari Berita
Tips : hindari kata umum dan gunakan double-quote untuk kata kunci yang fix, contoh "sakura"
Maksimal 1 tahun yang lalu
Ekonomi & Bisnis
Perdagangan Karbon Indonesia akan Diluncurkan, Berapa Kisaran Harganya?
TEMPO BISNIS   | 9 jam yang lalu
8   0    0    0
TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) akan meluncurkan perdagangan karbon internasional pada Senin, 20 Januari 2025. Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq mengatakan perdagangan karbon merupakan bagian dari komitmen keikutsertaan Indonesia dalam Conference of the Parties (COP) 21 yang melahirkan Perjanjian Paris atau Paris Agreement pada 2015 lalu.
Operator dari perdagangan karbon ini adalah Bursa Efek Indonesia yang mengembangan IDXCarbon. Jelang peluncurannya pada awal pekan depan, Hanif Faisol membagikan prediksi kisaran harga dari karbon yang akan dijual bebas. Setiap ton karbon dipatok dengan harga terendah sebesar US$ 8. "Animo pembeli sepertinya di kisaran itu atau agak lebih sedikit," ujar Hanif saat dihubungi Tempo pada Sabtu, 18 Januari 2025. 
Ia mengklaim belum tahu pasti berapa nominal harga untuk setiap ton karbon itu. Hanif berujar harga itu bisa diketahui secara akurat pada hari peluncuran. Sepakat dengan sang menteri, Direktur Tata Kelola Nilai Ekonomi Karbon KLH, Erna Susilawati Ningsih juga belum membuka secara terang berapa nilai yang dipatok untuk setiap ton karbon di Indonesia. 
"Kurang tahu harga di pembukaannya berapa, karena yang tahu pasti ada di IDXCarbon," kata Erna lewat pesan singkat pada Sabtu sore. Kendati tidak bisa memastikan kisaran harga jual untuk karbon, Erna menyebut total karbon yang hendak dipasarkan mencapai 1.735.000 karbon. Adapun jutaan karbon dioksida ekuivalen itu akumulasi dari buangan beberapa proyek energi strategis potensial di Indonesia. 
Di antaranya ada Pembangkit Listrik Baru Berbahan Bakar Gas Bumi Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) Priok Blok 4 yang menyediakan kredit karbon sebanyak 500 ribu ton. Lalu konversi pembangkit single cycle menjadi combined cycle di PLTGU Grati Blok 2 menyiapkan kredit sebanyak 450 ribu ton karbon. 
Berikutnya Pembangkit Listrik Baru Berbahan Bakar Gas Bumi PLTGU Blok 3 PJB Muara Karang  menyumbang 750 ribu ton karbon. Ada pula Blok 2 unit pembangkit di Muara Tawar dengan kredit karbon sebanyak 30 ribu ton dan Pembangkit Listrik Tenaga Air Mini Hidro (PLTM) Gunung Wugul dengan kredit 5.000 ton karbon. Erna berharap pada hari pertama pembukaan nanti, KLH bisa menjual karbon sebanyak-banyaknya.
Sebelumnya Menteri KLH Hanif menyampaikan peluncuran perdagangan karbon internasional Indonesia adalah bentuk komitmen pemerintah memerangi perubahan iklim. "Perdagangan karbon lebih dari sekadar mekanisme pasar, ini adalah jembatan antara pertumbuhan ekonomi dan pengelolaan lingkungan," katanya saat memberi sambutan dalam acara Persiapan Perdagangan Karbon Internasional Indonesia di Pullman Hotel, Jakarta, Kamis, 16 Januari 2025.
Dalam COP 29 pada akhir tahun lalu, Indonesia juga mengajak semua negara hingga kalangan pebisnis untuk ikut serta dalam perdagangan karbon. Menurut Hanif, penetapan nilai pada emisi karbon dan menciptakan insentif untuk setiap aksi pengurangan emisi gas rumah kaca bisa mengubah tantangan perubahan iklim menjadi peluang. 
Sistem perdagangan karbon tersebut diklaim menghargai inovasi, mendorong pembangunan berkelanjutan, dan menciptakan platform bagi berbagai negara untuk bekerja sama menuju masa depan rendah karbon.
Dalam komitmen forum COP ditekankan untuk menjaga kenaikan suhu bumi tidak lebih dari 1,5 derajat Celcius--dihitung dari masa pra-industri. Sehingga, seiring dengan itu, transisi energi juga diharapkan berlangsung secara masif. Pemerintah Indonesia, kata Hanif, berupaya mencapai target NDC (Nationally Determined Contribution) dengan mempromosikan aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. 
Hanif menambahkan itu dapat dicapai melalui implementasi Nilai Ekonomi Karbon (NEK), yang mencakup perdagangan karbon (terdiri dari perdagangan emisi dan offset emisi). "Pembayaran Berbasis Kinerja (atau Result Based Payment), pungutan karbon atau pajak karbon, dan mekanisme lain yang sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi," ucap Hanif.
Faiz Zaki berkontribusi pada penulisan artikel ini. 
komentar
Jadi yg pertama suka