Ekonomi & Bisnis
4 Pasal Dinilai Bermasalah dalam Revisi Ugal-Ugalan UU Minerba
CNN EKONOMI
| 10 jam yang lalu
1 0 0
0
Jakarta, CNN Indonesia --
Koalisi masyarakat sipil Publish What You Pay (PWYP) mengkritik langkah DPR mengebut pembahasan revisi UU Minerba secara kilat dan tak transparan. Aturan ini dinilai jadi karpet merah pemberian jor-joran izin tambang ke ormas hingga universitas.
PWYP beranggotakan 31 organisasi masyarakat sipil untuk transparansi dan akuntabilitas tata kelola energi dan SDA.
Koordinator Nasional Publish What You Pay (PWYP) Indonesia Aryanto Nugroho mengatakan RUU Minerba muncul secara tiba-tiba, bahkan sebelumnya juga tidak masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jika kita memperhatikan jalannya Rapat Baleg pagi ini, sejumlah anggota Baleg bahkan mengakui baru dapat Naskah Akademis (NA) 30 menit sebelum rapat. Seolah-olah ada upaya memaksakan agar segera dilakukan Revisi UU Minerba. Pertanyaannya Revisi UU Minerba yang kilat ini untuk siapa?" kata Aryanto dalam keterangan resmi.
PWYP mencatat ada empat pasal bermasalah dalam RUU Minerba yang kini tengah dikebut Baleg DPR. Pertama, Pasal 51 ayat (1) yang mengatur Wilayah Usaha Pertambangan (WIUP) diberikan kepada badan usaha, koperasi, atau perusahaan perseorangan dengan cara Lelang atau dengan cara pemberian prioritas.
Kedua, Pasal 51A ayat (1) yang memuat WIUP dapat diberikan kepada perguruan tinggi dengan cara prioritas. Ketiga, Pasal 51B ayat (1) soal ketentuan WIUP dalam rangka hilirisasi dapat diberikan kepada badan usaha swasta dengan cara prioritas.
Terakhir, Pasal 75 ayat (2) yang memuat Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) dapat diberikan kepada BUMN, BUMD, swasta atau badan usaha yang dimiliki oleh ormas keagamaan.
"Kami menduga penyusunan RUU Minerba untuk memuluskan upaya mekanisme pemberian izin untuk badan usaha milik ormas. Ditambah pula dengan
badan usaha milik Perguruan Tinggi (PT) dan UMKM, dengan menggunakan kalimat diberikan secara prioritas" ujar Aryanto.
badan usaha milik Perguruan Tinggi (PT) dan UMKM, dengan menggunakan kalimat diberikan secara prioritas" ujar Aryanto.
Menurutnya, pasal-pasal bermasalah ini adalah bentuk lain dari jor-joran izin tambang yang membahayakan keberlanjutan komoditas tambang.
Baleg DPR menggelar rapat untuk membahas Revisi UU Nomor Nomor 4 Tahun 2009 perubahan ketiga tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba) di masa reses yang baru akan berakhir pada Selasa (21/1).
Berdasarkan jadwal, rapat pembahasan hanya akan digelar sehari dan dilakukan secara maraton hingga diputuskan pada Senin (20/1) malam ini.
Salah satu yang dibahas Baleg DPR dalam revisi UU Minerba itu adalah konsesi usaha pertambangan untuk ormas keagamaan seperti yang telah diputuskan pemerintah di masa kepresidenan Joko Widodo (Jokowi).
Rapat yang disiarkan secara langsung melalui kanal YouTube Baleg DPR itu dibagi dalam tiga sesi. Masing-masing mulai pukul 10.00 WIB. Lalu dilanjut pukul 13.00 WIB, dan diputuskan pukul 19.00 WIB.
"Di sini untuk rapat terkait dengan RUU perubahan keempat nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara Bapak Ibu," kata Ketua Baleg DPR Bob Hasan.
Menurut Bob, ada empat poin utama yang akan dibahas dalam RUU perubahan ketiga. Pertama, terkait hilirisasi. Menurut dia, kini tidak ada lagi alasan untuk terus menunda proyek hilirisasi.
"Yang paling utama adalah hilirisasi tidak ada kata lain harus dipercepat karena harus ada pencapaian tujuan yang lebih cepat sebagai swasembada energi hilirisasi," katanya.
Kedua, RUU tersebut akan ikut membahas konsesi usaha pertambangan untuk ormas keagamaan seperti yang telah diputuskan pemerintah. Ketiga, pertambangan untuk perguruan tinggi, dan keempat untuk usaha UMKM.
"Yang ketiga demikian pula dengan perguruan tinggi dan yang keempat tentunya UMKM usaha kecil dan sebagainya," kata Bob.
"Saya secara pribadi melihat hal ini telah terdapat makna dan maksud terlepas daripada pasal 33 tersebut baru kali ini bisa terasionalisasi. Bahwa kemakmuran rakyat, kesejahteraan rakyat, tidak lagi di dalam areal pertambangan itu masyarakat hanya terkena debu batu bara atau akibat-akibat daripada eksploitasi minerba, tapi hari-hari ini merupakan peluang bagi masyarakat di RI," katanya.
(pta/sfr)
komentar
Jadi yg pertama suka