Cari Berita
Tips : hindari kata umum dan gunakan double-quote untuk kata kunci yang fix, contoh "sakura"
Maksimal 1 tahun yang lalu
Ekonomi & Bisnis
Polemik Pagar Laut di Tangerang: Apa Batasan, Definisi, dan Regulasi tentang Ruang Laut?
TEMPO BISNIS   | 8 jam yang lalu
2   0    0    0
TEMPO.CO, Jakarta -Keberadaan sejumlah pagar laut yang membentang di sepanjang perairan kawasan Tanjung Pasir, Kabupaten Tangerang, Banten ini menuai berbagai polemik, sebab dibangun tanpa izin.
Pagar laut bambu yang membentang sepanjang lebih dari 30 kilometer ini dilaporkan telah ada sejak Agustus 2024, tetapi pemerintah baru menyegelnya pada 9 Januari 2025. Hal itu pun dilakukan setelah tersebar luas video serta foto-foto di media sosial mengenai pagar bambu tersebut.
Adapun pagar laut tersebut memiliki panjang 30,16 kilometer dan jarak dari bibir pantai sejauh 500 meter. Pagar laut ini melintasi 16 desa dan sejumlah 4.000 orang nelayan terdampak akibat adanya pagar laut tersebut. Dengan adanya pagar laut ini, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengaku masih mendiskusikan perihal pembongkaran dari pagar tersebut.
Terkait waktu pasti pembongkaran pagar yang terbuat dari bambu dengan kedalaman bervariasi tersebut, KKP masih mendiskusikan dengan sejumlah pihak. "Mungkin 1-2 hari ini ada solusi kapan ada pembongkaran itu dimulai," ujar Direktur Pengawasan Sumber Daya Perikanan KKP Halid Yusuf saat meninjau pagar laut di Pulau Cangkir, Kronjo, Kabupaten Tangerang, Rabu 15 Januari 2025.
Definisi dan Batasan Ruang Laut
Adanya pagar laut yang membentang di perairan Tangerang ini berdampak merugikan nelayan, sebab membuat aktivitas menangkap ikan menjadi terhambat. Bahkan, menurut salah seorang nelayan yang ada di Desa Karang Serang yang enggan disebutkan namanya mengatakan bahwa nelayan harus memutar jauh ke lokasi lain agar bisa mencari ikan.
“Saat kami melaut malam, kami takut kalau kena pagar itu. Kami selalu hati-hati banget kalau lewat,” kata nelayan yang dikutip dari Antara.
Menurut Buku I Menata Ruang Laut Indonesia dari Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi, ruang laut adalah wilayah laut yang merupakan bagian dari pembangunan kelautan dan perikanan. Ruang laut meliputi laut teritorial, zona ekonomi eksklusif, landas kontinen, dan perairan kepulauan. Dalam konteks hukum dan pengelolaan, ruang laut juga meliputi perairan pesisir yang berada sejauh 12 mil dari garis pantai.
Regulasi Ruang Laut di Indonesia
Regulasi pemanfaatan ruang laut di Indonesia ditetapkan melalui beberapa undang-undang, termasuk Undang-Undang Cipta Kerja. Dilansir dari laman resmi KKP, dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang mengamanatkan setiap orang yang melakukan kegiatan pemanfaatan ruang laut secara menetap di perairan pesisir, wilayah pesisir dan wilayah yurisdiksi wajib memiliki Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).
Tak hanya itu, pelaksanaan KKPRL juga mengacu kepada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 28 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang Laut, Keputusan Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut No. 15 Tahun 2023 dan Keputusan Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut No. 50 Tahun 2023. Salah satu aspek penting dari regulasi ini adalah KKPRL yang menjadi syarat bagi setiap kegiatan pembangunan di ruang laut. Tanpa adanya izin KKPRL, setiap pembangunan akan dianggap ilegal dan dapat dikenakan sanksi.
Problematika Pagar Laut Ilegal
Pagar laut yang membentang di perairan Tangerang tersebut berdiri tanpa adanya izin alias ilegal. Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono memastikan pemagaran laut tidak memiliki izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut dan berada di Zona Perikanan Tangkap serta Zona Pengelolaan Energi. Ia juga berujar bahwa pembuat dan pemilik pagar itu akan terkena sanksi jika sudah teridentifikasi.
Selain itu, Menteri Trenggono menduga pembuat pagar laut punya niatan untuk membentuk daratan hasil sedimentasi sebagai lahan reklamasi yang terbentuk secara alami. Kemudian, Trenggono mengatakan akan mengkritik sertifikat hak guna bangunan (SHGB) dan sertifikat hak milik (SHM) yang diterbitkan di perairan sekitar Tangerang, Banten.
Novandy Ananta dan Hendrik Khoirul Muhid, berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
komentar
Jadi yg pertama suka