Cari Berita
Tips : hindari kata umum dan gunakan double-quote untuk kata kunci yang fix, contoh "sakura"
Maksimal 1 tahun yang lalu
Ekonomi & Bisnis
Kondisi Infrastruktur Tol Cipularang Bermasalah, Ini Respons Menteri Pekerjaan Umum
TEMPO BISNIS   | 8 jam yang lalu
4   0    0    0
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Pekerjaan Umum (Menteri PU) Dody Hanggodo buka suara ihwal kondisi infrastruktur jalan Tol Cipularang yang kerap terjadi kecelakaan. Sebelumnya, Komite Nasional Keselamatan Transportasi atau KNKT mengungkapkan sejumlah persoalan di salah satunya kondisi KM 100 sampai KM 90 yang terdapat kemiringan 5 hingga 8 persen.
Merespons hal tersebut, Dody mengatakan bakal melakukan kajian bersama badan usaha jalan tol. “Barang itu kan ada di situ, sudah dipakai, pasti melewati tahapan. Kami lihat dulu,” kata Dody saat ditemui di Kementerian PU pada Jumat, 24 Januari 2025.
Temuan KNKT terkait permasalahan infrastruktur Tol Cipularang didapatkan usai menginvestigasi penyebab kecelakaan di KM 92  yang terjadi pada 11 November 2024. Selain kemiringan jalan, Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono mengatakan ada masalah kondisi jalur darurat yang disertai tanda atau rambu bertumpuk. Menurut dia, rambu bertumpuk membingkungan pengemudi kendaraan yang melintas.
Persoalan lainnya, terdapat rumble strip di beberapa titik di KM 92. “Ini ketika mobil dengan teknologi ABS, justru ketika melewati di daerah sini akan tidak bisa ngerem,” kata Soerjanto dalam rapat kerja bersama Komisi V DPR RI pada Rabu, 4 Desember 2024. Jika melewati rumblestrip ketika suspensi tidak baik pun justru akan menimbulkan masalah, seperti slip.
Kemudian, di KM 92+600, KNKT menemukan guardrail atau pagar pengaman jalan yang tidak sesuai standar. Menurut Soerjanto, seharusnya terdapat transisi antara beton dan guardrail. “Tapi di sini tidak ada transisi,” ujarnya.
Pada jalur pemberhentian darurat di KM 92+600 pun, Soerjanto mengatakan, sudutnya terlalu tajam. Sehingga ketika terjadi kondisi darurat untuk kendaraan besar, kendaraan tersebut tidak mungkin bisa masuk. Ia pun mengusulkan perbaikan.
“Maksimum sudut masuk adalah 5 derajat, sehingga mudah untuk masuk,” kata Soerjanto. “Dan isi  jalur penyelamat itu atau pemberhentian darurat itu harusnya dari gravel, tidak dengan pasir atau dengan tanah.”
Permasalahannya lainnya terdapat di KM 95. Soerjanto mengatakan di sisi dalam terdapat drainase di median jalan tetapi hanya di beberapa tempat. Sedangkan di KM 94 sampai 94+400 tidak tersedia drainase di media jalan. Sementara itu, jalan menikung ke kanan dengan superelevasi 8 persen ke kanan. Walhasil, ketika hujan, air akan mengumpul di kanan.
“Ini akan menyebabkan masalah aquaplanning atau hydroplaning,” ujar Soerjanto. “Bahu di luar terdapat drainase tapi di bahu dalam tak terdapat drainase. Secara peraturan seharusnya ada drainase untuk membuang limpahan yang mengarah ke kanan.”
Berikutnya, terkait dengan tinggi bahu jalan terhadap sisi luar dari tanah. Padahal,  kata Soerjanto, mestinya kondisi jalan rata. Saat meninjau lokasi, ia mengatakan adaperbedaan ketinggian sekitar 30 cm hingga 40 cm, sedangkan idealnya maksimal 5 cm. “Ini membahayakan ketika mobil tidak sengaja keluar dari bahu jalan akan bisa terguling,” ujarnya.  
komentar
Jadi yg pertama suka