Cari Berita
Tips : hindari kata umum dan gunakan double-quote untuk kata kunci yang fix, contoh "sakura"
Maksimal 1 tahun yang lalu
Ekonomi & Bisnis
Argentina Sukses Menjalankan Penghematan Anggaran, Apakah Indonesia Bisa?
TEMPO BISNIS   | 3 jam yang lalu
7   0    0    0
TEMPO.CO, Jakarta - Langkah Presiden Argentina Javier Gerardo Milei memangkas anggaran negara pada tahun pertamanya menjabat dinilai membuahkan hasil. Pada 2024, Argentina membukukan surplus anggaran pertamanya dalam lebih dari satu dekade.
Diberitakan Reuters, Kementerian Ekonomi Argentina mencatat negara dengan perekonomian terbesar kedua di Amerika Selatan ini mengalami surplus anggaran sebesar ARS$ 1,76 triliun, atau 0,3 persen dari produk domestik bruto (PDB) dalam setahun penuh. Sementara itu, neraca fiskal primer, yang tidak termasuk pembayaran utang, mengalami surplus hingga ARS$ 10,41 triliun, atau 1,8 persen dari PDB.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Defisit nol adalah kenyataan," kata Milei di media sosial, dikutip dari Reuters pada Ahad, 2 Februari 2025. "Janji-janji terpenuhi." 
Milei memangkas anggaran belanja negara tak lama setelah dilantik pada Desember 2023. Pemangkasan ini disebut sebagai upaya untuk meredam inflasi yang memuncak hingga hampir 300 persen pada April 2024.
Sejak menjabat lebih dari setahun lalu, Milei telah menerapkan beberapa kebijakan ekonomi di berbagai sektor sebagai bagian dari program penghematannya. Salah satunya dengan pemotongan anggaran pegawai negeri. Pemangkasan anggaran ini menyebabkan lebih dari 45 ribu pegawai negeri Argentina dipecat dari pekerjaannya.
Kemudian, Milei juga menghentikan sebagian besar pekerjaan infrastruktur publik di seluruh negara Amerika Selatan itu. Kebijakan ini dinilai membantu memperbaiki keuangan negara tetapi menghancurkan aktivitas konstruksi. Bahkan menurut data resmi, aktivitas konstruksi di Argentina anjlok 42 persen pada Maret 2024. Setidaknya 50 ribu pekerja konstruksi telah kehilangan pekerjaan antara November dan Februari 2024.
Tak hanya itu, Milei pun memangkas anggaran pendidikan tinggi, yang kemudian memicu protes dari warga Argentina. Ratusan ribu mahasiswa berdemonstrasi setelah Milei mengancam akan menggunakan hak vetonya untuk membatalkan rancangan undang-undang yang telah disetujui parlemen untuk menjamin pendanaan universitas. 
Bisakah Indonesia Mengikuti Jejak Argentina?
Berbeda dengan Argentina, Indonesia masih mengalami defisit anggaran. Kementerian Keuangan RI melaporkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2024 mengalami defisit 2,29 persen terhadap PDB, atau tekor Rp 507,8 triliun.
Namun baru-baru ini, Presiden RI Prabowo Subianto mulai menggaungkan amanat untuk berhemat, serupa dengan yang dilakukan Presiden Argentina Javier Milei. Prabowo telah memerintahkan kementerian/lembaga dan kepala daerah untuk melakukan efisiensi anggaran. Perintah berhemat itu dituangkan lewat Instruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2025. Inpres tersebut diteken oleh Prabowo pada 22 Januari 2025. 
Dalam instruksi tersebut, Prabowo minta jajarannya untuk melakukan efisiensi atas anggaran belanja negara tahun anggaran 2025 sebesar Rp 306,6 triliun yang terdiri atas efisiensi anggaran belanja kementerian/lembaga sebesar Rp 256,1 triliun, dan efisiensi anggaran transfer ke daerah sebesar Rp 50,5 triliun.
Menindaklanjuti instruksi Prabowo, Menteri Keuangan Sri Mulyani kemudian menerbitkan surat bernomor S-37/MK.02/2025 yang mengatur efisiensi belanja K/L untuk tahun anggaran 2025. Dalam lampiran II surat tersebut, tercantum 16 item belanja yang perlu dipangkas anggarannya dengan persentase yang bervariasi, mulai dari 10 persen hingga 90 persen. Rinciannya, efisiensi anggaran pos belanja alat tulis kantor (ATK) sebesar 90 persen; kegiatan seremonial 56,9 persen; rapat, seminar, dan sejenisnya 45 persen; kajian dan analisis 51,5 persen; diklat dan bimtek 29 persen; serta honor output kegiatan dan jasa profesi 40 persen.
Kemudian, percetakan dan souvenir 75,9 persen; sewa gedung, kendaraan, peralatan 73,3 persen; lisensi aplikasi 21,6 persen; jasa konsultan 45,7 persen; bantuan pemerintah 16,7 persen; pemeliharaan dan perawatan 10,2 persen; perjalanan dinas 53,9 persen; peralatan dan mesin 28 persen; infrastruktur 34,3 persen; serta belanja lainnya 59,1 persen.
Dari ke-16 item belanja tersebut, Indonesia belum melakukan pemotongan anggaran terhadap belanja pegawai kementerian/lembaga. Gaji dan tunjangan pejabat maupun pegawai tampak belum tersentuh. Sementara di sektor infrastruktur, terlihat ada kesamaan antara Indonesia dan Argentina. Kendati demikian, kebijakan efisiensi anggaran infrastruktur ini juga menuai kritik.
Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyayangkan keputusan pemerintah untuk memangkas anggaran infrastruktur sebesar 34,3 persen. Peneliti Pusat Makroekonomi dan Keuangan INDEF Abdul Manap Pulungan mengatakan sektor infrastruktur memiliki multiplier effect atau efek berganda terhadap perekonomian negara.
Abdul menjelaskan, pembangunan infrastruktur berdampak besar terhadap penyerapan tenaga kerja. Ia pun berharap pemangkasan ini dilakukan pada aspek pemeliharaan saja, bukan pada pembangunan fisik. “Apalagi kalau yang dipotong itu adalah memang pembangunan baru. Mudah-mudahan yang dipotong ini untuk perawatan-perawatan infrastruktur ya,” ucap Abdul dalam Diskusi Publik INDEF, dikutip Ahad, 2 Februari 2025. 
Sepakat dengan Abdul, Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan INDEF M. Rizal Taufikurahman juga menilai pemangkasan anggaran infrastruktur akan berdampak signifikan terhadap ekonomi domestik. Pasalnya, Rizal berujar, sektor infrastruktur merupakan penggerak utama investasi dan aktivitas ekonomi. 
“Dampaknya tentu berpotensi terhadap penurunan investasi produktif. Tadi disampaikan infrastruktur itu punya multiplier effect yang sangat tinggi terhadap ekonomi,” ucapnya. “Kalau dipangkas tentu akan melemahkan pertumbuhan ekonomi sektor itu.”
Ia pun merekomendasikan efisiensi anggaran yang dilakukan pemerintah ini untuk menyasar sektor lain yang tidak esensial. “Yang harus dilakukan pemerintah tentu pemangkasannya mestinya selektif.” tutur Rizal. “Hindari pemangkasan pada infrastruktur, apalagi yang mendukung terhadap produktivitas ekonomi.”
komentar
Jadi yg pertama suka