Ekonomi & Bisnis
Siapa yang Seharusnya Diaudit dalam Kasus Perumahan Subsidi Bermasalah?
TEMPO BISNIS
| 13 jam yang lalu
1 0 0
0
TEMPO.CO, Jakarta -Lebih dari dua jam, Bambang Setiadi mengikuti pertemuan dengan Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Maruarar Sirait alias Ara serta Inspektur Jenderal Kementerian PKP Heri Jerman, pada Jumat sore, 21 Februari 2025. Bambang datang mewakili Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) untuk berkoordinasi soal rencana audit terhadap perumahan dalam program fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) yang gagal.
Sebelumnya, Ara mengajukan permohonan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit pengembang rumah subsidi bermasalah. Langkah ini diambil usai kementeriannya menemukan rumah subsidi rusak, banjir, atau tidak layak. Karena itu, Ara meminta pengembang perumahan setuju diaudit. “Bukan negara mau jadi jagoan, tapi untuk melindungi masyarakat agar dapat pengembang bertanggung jawab,” kata Ara dalam rapat tersebut. “Kalau tidak setuju diaudit, sama dengan tidak setuju dengan langkah negara.," ujarnya.
Di penghujung rapat, para pengembang perumahan yang tergabung dalam sejumlah asosiasi pun menyepakati rencana audit. Bambang termasuk pengembang yang sepakat dan langsung bertanya kepada Ara soal pelaksanaan audit. Ketua Bidang Perizinan, Pertanahan Apersi itu percaya diri lantaran yakin perumahan yang ia bangun tidak bermasalah.
Akan tetapi, Bambang mempertanyakan dasar hukum Ara meminta BPK mengaudit pengembang. Pasalnya, pengembang hanyalah mitra yang digandeng pemerintah untuk menyediakan rumah subsidi. Pengembang tidak menjadi pengguna anggaran dalam program untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) ini. “Kalaupun terjadi audit, kami mengusulkan bukan hanya kepada pengembang tapi kepada PUPR (Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) setempat, kabupaten,” kata Bambang saat ditemui usai rapat.
Ia menjelaskan, pengembang perumahan tidak bisa serta-merta menjadi penyedia rumah bersubsidi. Ada serangkaian proses dan seleksi hingga pengembang bisa ikut program FLPP. Sebelum membangun rumah juga ada perizinan yang harus diurus ke pemerintah daerah setempat. Kemudian ketika rumah yang dibangun pengembang ternyata tidak layak huni, persetujuan kredit untuk konsumen pun tidak bisa ditandatangani. “Kalau ada yang harus diaudit, ya internal mereka, pemerintah, BUMN, kemudian ya pengguna anggaran, kementerian. Itu jelas diaudit,” kata Bambang.
Tak Cukup Hanya Pengembang
Pengajar Hukum Administrasi dan Keuangan Negara Universitass Bengkulu Beni Kurnia Illahi mengatakan ada mekanisme yang harus dicermati sebelum Menteri PKP Maruarar Sirait meminta BPK Mengaudit pengembang. Ia menjelaskan, wewenang BPK adalah memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan pemerintah pusat, pemerintah daerah (pemda), dan lembaga negara lainnya, termasuk BUMN dan BUMD. BPK memiliki fungsi audit keuangan, audit kinerja, dan audit dengan tujuan tertentu atau investigasi.
Dalam konteks pembangunan rumah bersubsidi, Benni menuturkan, anggaran program bersumber dari APBN yang dikelola pemerintah pusat dan pemda yang diberi kewenangan delegasi. Anggaran tersebut kemudian dialokasikan untuk merealisasikan pembangunan rumah subsidi yang digarap pengembang. Artinya, yang bisa diaudit BPK adalah pemerintah pusat dan pemda. “Posisi pengembang sebagai pusat informasi, sejauh mana dia melaksanakan fungsi penyedia atau pelaksana proyek tersebut,” kata Benni saat dihubungi Tempo pada Sabtu, 22 Februari 2025.
Kalaupun dalam upaya konfirmasi tersebut ditemukan adanya indikasi ketidaksesuaian pembangunan yang berimplikasi terhadap kerugian negara, pengembang terikat kontrak dengan pemerintah. Karena itu, yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah mengevaluasi pelaksanaan kontrak tersebut. “Jadi, bukan kemudian BPK turun tangan langsung mengaudit apa yang sudah dilakukan pengembang. Fungsi BPK tidak sejauh itu,” kata Benni. Namun, sekali lagi ia mengatakan BPK harus melibatkan pengembang dalam proses audit dengan tujuan tertentu untuk mengetahui hal teknis maupun substansialnya.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Tibiko Zabar juga mengatakan hal yang harus dievaluasi dan diaudit dalam persoalan rumah subsidi ini adalah programnya. Terlebih, program FLPP ini ditujukan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Hanya saja, audit tidak serta-merta langsung lompat ke pengembang, tetapi haruss masuk melalui pemerintah sebagai pengelola anggaran dan penanggungjawab program. “Harus dievaluasi dan diaudit mulai dar level kementerian, satuan kerja di kementerian tersebut, pemda, sampai ke pihak penyedia atau pengembang proyek tersebut,” kata Tibiko. “Ini demi perbaikan agar ke depan tidak ada persoalan tepat sasaran, kualitas bangunan yang buruk, minim pengawasan, hingga korupsi.”
Pilihan editor: Menteri PKP akan Tertibkan Hunian Liar di Tanah Sitaan Eks Kasus BLBI di Bekasi dengan Libatkan TNI
komentar
Jadi yg pertama suka