Ekonomi & Bisnis
Bahlil Tanggapi Isu Pengoplosan BBM Pertamina, Bahas Pentingnya Perbaikan Tata Kelola
TEMPO BISNIS
| 15 jam yang lalu
2 0 0
0
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menanggapi isu dugaan pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) Pertamina, khususnya dalam kategori nilai oktan atau research octane number (RON) Pertalite dan Pertamax. Bahlil menekankan pentingnya perbaikan sistem perizinan dan pengelolaan BBM guna mencegah praktik-praktik yang merugikan masyarakat.
Bahlil mengungkapkan, sejak menjabat sebagai Menteri ESDM, ia melihat perlunya penataan ulang pengelolaan tata kelola minyak dan gas. Oleh karena itu, pemerintah kini menerapkan kebijakan perizinan impor yang lebih ketat. "Saya jujur katakan dari awal. Begitu saya masuk ke Kementerian ESDM, saya melihat ini, maka penting perlu adanya perbaikan penataan," ujarnya saat ditemui di Kementerian ESDM, Rabu, 26 Februari 2025.
Salah satu langkah yang telah diterapkan adalah perubahan mekanisme izin impor BBM yang sebelumnya diberikan untuk satu tahun penuh, kini menjadi per enam bulan. Ia mengklaim, pemerintah dapat melakukan evaluasi setiap tiga bulan guna memastikan efisiensi dan transparansi dalam pengelolaan BBM. "Nah makanya sekarang di izin-izin impor kami terhadap BBM tidak satu tahun sekaligus, kita bikin per enam bulan supaya ada evaluasi per tiga bulan," katanya.
Ketua Umum Partai Golkar itu mengeklaim, telah melarang ekspor minyak mentah yang sebelumnya masih diizinkan. Langkah ini bertujuan memastikan produksi minyak dalam negeri dapat diolah di dalam negeri, sehingga mengurangi ketergantungan pada impor. "Dari seluruh produksi minyak yang tadinya itu di ekspor, di zaman kami sekarang, sudah tidak kita izinin ekspor. Nanti yang bagus, kita suruh blending. Nanti yang tadinya itu tidak bisa diolah di dalam negeri, kita upayakan pengolahan domestik," ujarnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan empat petinggi PT Pertamina (Persero) ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang oleh Kejaksaan Agung. Para tersangka berasal dari jajaran direksi anak usaha Pertamina serta pihak swasta yang diduga terlibat sejak 2018 hingga 2023.
Tersangkanya antara lain Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Sani Dinar Saifuddin selaku Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Yoki Firnandi selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, dan Agus Purwono selaku Vice President Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional.
Dalam pengadaan impor, Riva diduga melakukan pengadaan produk kilang dengan membeli RON 92 atau Pertamax. Padahal kenyataannya yang dibeli adalah RON 90 atau pertalite. Kemudian dilakukan blending di depo untuk menjadi RON 92. Qohar menegaskan, hal itu jelas tidak diperbolehkan.
Sementara tersangka Yoki dalam melakukan pengadaan impor minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina International Shipping diduga sengaja melakukan mark up sebesar 13 persen hingga 15 persen. Hal itu menguntungkan pihak broker, yakni Kerry. "Nah, dampak adanya impor yang mendominasi pemenuhan kebutuhan minyak mentah, harganya menjadi melangit," ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Abdul Qohar di Kejaksaan Agung.
komentar
Jadi yg pertama suka