Ekonomi & Bisnis
Dewan Penasihat Presiden: Harga BBM Stabil di Tengah Isu Pengoplosan Pertamina
TEMPO BISNIS
| 11 jam yang lalu
9 0 0
0
TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Penasihat Presiden Bidang Ekonomi, Bambang Brodjonegoro, menilai stabilitas harga BBM masih terjaga di tengah mengemukanya kasus dugaan pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) oleh Pertamina. Menurut Bambang, harga stabil selama pasokan dapat memenuhi kebutuhan."Kalau stabilitas harga dilihat dari ketersediaan supply dan kebutuhannya. Selama itu dipenuhi, harga (semestinya) bisa tetap stabil. Pertamina masih supplier terbesar untuk BBM sendiri," ujar Bambang saat ditemui usai menghadiri acara Green Energy Kabar Bursa Economic Insight di Le Meridien, Jakarta Selatan, Rabu, 26 Februari 2025.
Namun Bambang mengaku tidak mengetahui secara rinci terkait kasus tersebut. "Saya enggak terlalu tahu detailnya itu," katanya. Menurutnya saat ini yang terpenting adalah memastikan kejelasan fakta sebelum mengambil langkah lebih lanjut. "Saya rasa harus diclearkan dulu apa yang sebenarnya terjadi. Saya tidak terlalu tahu soal itu ya," tuturnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung menetapkan empat petinggi PT Pertamina (Persero) ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang oleh Kejaksaan Agung. Para tersangka berasal dari jajaran direksi anak usaha Pertamina serta pihak swasta yang diduga terlibat sejak 2018 hingga 2023.
Tersangkanya antara lain Riva Siahaan selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, Sani Dinar Saifuddin selaku Direktur Feedstock and Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional, Yoki Firnandi selaku Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, dan Agus Purwono selaku Vice President Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional.
Dalam pengadaan impor, Riva diduga melakukan pengadaan produk kilang dengan membeli RON 92 atau Pertamax. Padahal kenyataannya yang dibeli adalah RON 90 atau pertalite. Kemudian dilakukan blending di depo untuk menjadi RON 92. Qohar menegaskan, hal itu jelas tidak diperbolehkan.
Sementara tersangka Yoki dalam melakukan pengadaan impor minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina International Shipping diduga sengaja melakukan mark up sebesar 13 persen hingga 15 persen. Hal itu menguntungkan pihak broker, yakni Kerry. "Nah, dampak adanya impor yang mendominasi pemenuhan kebutuhan minyak mentah, harganya menjadi melangit," ujar Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung Abdul Qohar di Kejaksaan Agung.
Dani Aswara berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
komentar
Jadi yg pertama suka