Ekonomi & Bisnis
LBH Jakarta Kebanjiran Ratusan Aduan tentang Pertamax Oplosan
TEMPO BISNIS
| 7 jam yang lalu
10 0 0
0
TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menerima ratusan aduan dari masyarakat yang merasa jadi korban dugaan bahan bakar minyak (BBM) Pertamax oplosan yang dilakukan Pertamina. Dugaan itu mencuat setelah Kejaksaan Agung menetapkan sejumlah petinggi Pertamina menjadi tersangka kasus korupsi pengadaan BBM.
Direktur LBH Jakarta Fadhil Alfathan menyampaikan mereka sudah menerima banyak laporan setelah dua hari membuka posko pengaduan daring. "426 pengaduan secara daring yang masuk," kata Fadhil di Kantor LBH Jakarta, Menteng, Jakarta Pusat pada Jumat, 28 Februari 2025.
Mengantisipasi bertambahnya pelapor, LBH Jakarta kemudian membuka posko pengaduan secara luring di kantornya. Fadhil menyampaikan orang-orang yang terkendala teknologi atau ingin melaporkan kerugian yang mereka rasakan secara langsung bisa datang ke Kantor LBH Jakarta.
Menurut Fadhil, posko pengaduan LBH Jakarta dibuka untuk mencari tahu dampak kasus dugaan korupsi BBM di lingkungan Pertamina terhadap masyarakat. "Karena kami melihat keresahan dan kemarahan masyarakat sangat meluas. Kami memandang perlu membuka pos pengaduan untuk memfasilitasi apa klaim kerugian yang dialami masyarakat," ucap dia.
Nantinya, Fadhil berujar ada beberapa opsi yang bisa masyarakat tempuh bersama LBH Jakarta untuk menuntut pihak-pihak yang bertanggung jawab. Mekanisme yang tersedia, kata dia, termasuk gugatan warga negara atau citizen lawsuit dan gugatan perwakilan kelompok atau class action di pengadilan negeri.
Hingga saat ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan sembilan tersangka kasus impor minyak. Usai meringkus tiga Direktur Utama Sub Holding PT Pertamina dan empat orang lainnya, Kejagung menetapkan dua bos PT Pertamina Patra Niaga sebagai tersangka baru kasus ini. Mereka adalah Maya Kusmaya (MK) selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga dan Edward Corne (EC) selaku VP Trading Operation Pertamina Patra Niaga.
Sementara itu, tersangka dari subholding PT Pertamina meliputi Direktur Utama Patra Niaga Riva Siahaan, Direktur Optimasi Feedstock & Produk PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Sani Dinar Saifuddin, dan Direktur PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi.
Tersangka dari subholding PT Pertamina meliputi Direktur Utama Patra Niaga Riva Siahaan, Direktur Optimasi Feedstock & Produk PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Sani Dinar Saifuddin, dan Direktur PT Pertamina International Shipping Yoki Firnandi.
Para tersangka korupsi Pertamina ini diduga melakukan blending atau mengoplos BBM jenis Pertamax dengan Pertalite. Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan yang ditetapkan sebagai salah satu tersangka diduga membeli RON 90 atau lebih rendah, namun mengaku membeli RON 92. Kemudian RON 90 itu dioplos atau blending di storage atau depo untuk menjadi RON 92.
Sebelumnya, pelaksana tugas harian Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Mars Ega Legowo Putra, membantah soal Pertamax oplosan seperti yang ditudingkan Kejaksaan Agung. Ega menjelaskan BBM yang diterima Pertamina Patra Niaga berasal dari dua sumber utama, yakni kilang dalam negeri dan pengadaan dari luar negeri. Produk tersebut sudah memiliki nilai RON yang sesuai sebelum didistribusikan.
“Baik yang dari luar negeri maupun yang dari dalam negeri, itu kita sudah menerima dalam bentuk RON 92. Yang membedakan adalah, meskipun sudah dalam RON 90 maupun RON 92, itu sifatnya masih base fuel, artinya belum ada aditif. Jadi Pertamina Patra Niaga itu mengelola dari terminal sampai ke SPBU,” ujar Mars Ega, dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VII DPR RI, pada Rabu 26 Februari 2025.
komentar
Jadi yg pertama suka