Cari Berita
Tips : hindari kata umum dan gunakan double-quote untuk kata kunci yang fix, contoh "sakura"
Maksimal 1 tahun yang lalu
Ekonomi & Bisnis
DPR Cecar Dirut Pertamina soal Skandal Pertamax Oplosan
TEMPO BISNIS   | 23 jam yang lalu
2   0    0    0
TEMPO.CO, Jakarta - Rapat dengar pendapat antara Komisi VI DPR RI dan PT Pertamina (Persero) memanas ketika anggota dewan melontarkan sejumlah pertanyaan menyoal skandal BBM Pertamax oplosan dan praktik mafia migas yang diduga telah berlangsung bertahun-tahun.
Anggota DPR dari Fraksi PDIP Mufti Anam, misalnya, mempertanyakan Direktur Utama Pertamina Simon Aloysius Mantiri yang sama sekali tidak menyinggung kasus hukum yang tengah menjerat perusahannya. Sebaliknya, dalam presentasinya, bos BUMN migas itu hanya memaparkan kinerja serta kebijakan strategis pada tahun 2025.
"Kami tunggu dari tadi paparan soal update Pertamax oplosan, tapi tidak ada satu pun yang menjelaskan secara gamblang," ujarnya Mufti dalam di kawasan parlemen, Senayan, Selasa, 11 Maret 2025.
Ia juga menyoroti dugaan keterlibatan Pertamina dalam kontrak jangka panjang dengan pihak swasta yang berjalan sejak 2018, tanpa adanya pengawasan ketat dari pemerintah. "Karena jika benar, maka ini adalah orkestrasi kejahatan totalitas yang masif dan terstruktur dari hulu ke hilir, yang sudah terjadi bertahun-tahun,” tuturnya. 
Dalam rapat tersebut, Dirut Pertamina juga dituntut untuk memberikan solusi konkret atas skandal ini, termasuk opsi kompensasi bagi konsumen yang telah dirugikan. "Tidak cukup hanya meminta maaf. Bagaimana dengan mereka yang kendaraannya rusak akibat Pertamax oplosan? Apakah ada inisiatif dari Pertamina untuk memberikan ganti rugi?" kata Mufti.
Selain itu, ia menyinggung soal remunerasi atau gaji tinggi para petinggi Pertamina yang dinilai tidak sebanding dengan kinerja perusahaan. "Gaji direksi Pertamina mencapai miliaran rupiah per bulan, bahkan lebih besar dari CEO perusahaan global. Harusnya dengan angka fantastis itu, mereka bisa memberikan layanan terbaik, bukan justru merugikan rakyat," ucapnya. 
Tak hanya itu, Mufti menyinggung soal lambatnya pembangunan kilang minyak baru yang seharusnya mampu mengurangi ketergantungan impor BBM. "Dari tahun 2019 kami sudah mendengar janji RDMP Balikpapan akan selesai, tapi kini sudah 2025 dan belum juga tuntas. Apa ini hanya sekadar ilusi?" ujarnya. 
Di tengah derasnya desakan, Mufti mengusulkan pembentukan panitia kerja (Panja) BBM untuk mengusut kasus ini secara menyeluruh, termasuk memanggil mantan direksi dan komisaris Pertamina dari berbagai era. "Kita harus bersih-bersih total. Jangan sampai hanya pion-pion kecil yang dikorbankan sementara aktor besar tetap melenggang," ujarnya. 
Hal senada disampaikan oleh Darmadi Durianto, anggota fraksi PDIP lainnya. Ia juga belum melihat arah strategi pembenahan Simon bersama Pertamina. "Hari pertama saya sudah usulkan pembentukan Panja Pertamina supaya Bapak punya kesempatan memberi keterangan sejelas-jelasnya di DPR. Sampai sekarang saya nggak tau strategi pembenahan Bapak seperti apa," ujarnya. "Pembaruankah? recycle-kah? Atau ganti pemain? Sampai sekarang itu nggak ada."
Sementara itu, Ketua Komisi VI DPR RI Anggia Ermarini menilai seharusnya Pertamina menunjukkan tengah menangani persoalan besar dengan baik. "Hal yang terjadi hari ini bukan hal sepele, hal yang luar biasa bagi bangsa Indonesia, masyarakat punya harapan besar. Karena itu perlu ada strategi yang jelas, tidak cukup minta maaf," ujar politikus dari PKB tersebut. 
Rapat tersebut akhirnya ditutup dengan janji dari Dirut Pertamina mengevaluasi kinerja perseroan dan meningkatkan transparansi dalam bisnis migas. "Saya berterima kasih atas dukungan Komisi VI, di mana Pertamina bagian dari BUMN, kami menghargai proses hukum yang berlangsung," ujarnya. 
komentar
Jadi yg pertama suka