Cari Berita
Tips : hindari kata umum dan gunakan double-quote untuk kata kunci yang fix, contoh "sakura"
Maksimal 1 tahun yang lalu
Ekonomi & Bisnis
Cukupkah Revisi Permendag Impor Bendung Tumbangnya 'Sritex' Lain?
CNN EKONOMI   | 7 jam yang lalu
5   0    0    0
Jakarta, CNN Indonesia --
Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan Dan Pengaturan Impor kembali dituding menjadi biang kerok kehancuran industri tekstil nasional.
Hal itu terutama setelah raksasa tekstil PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) tutup total pada 1 Maret lalu.
Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso mengatakan bakal merevisi Permendag 8/2024. Ia mengatakan revisi masih dalam proses dan melibatkan pelaku usaha.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menegaskan perubahan kebijakan impor dalam aturan tersebut tidak dilakukan sepihak oleh Kemendag, melainkan dibahas bersama kementerian/lembaga (K/L) terkait serta perwakilan dari industri.
"Revisi Permendag 8 masih dalam proses, karena revisi itu tidak dikerjakan sendiri oleh Kemendag. Jadi kita harus membicarakan teknis dengan K/L terkait, dan semua masih proses ya, karena K/L-nya kan tidak hanya satu-dua, jadi banyak. Kita selalu membahas itu," jelasnya dalam konferensi pers di Kemendag, Jakarta Pusat, Rabu (12/3).
Aturan impor awalnya diatur dalam Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Namun, aturan lama itu mengakibatkan hambatan impor aibat diperlukannya pertimbangan teknis (pertek) sebagai salah satu persyaratan persetujuan impor.
Imbas hambatan itu, lebih dari 26 ribu kontainer berisi barang impor tertahan di pelabuhan.
Untuk menyelesaikan masalah tersebut, pemerintah merevisi Permendag 36/2023 melalui Permendag 8/2024 sesuai arahan Presiden ke-7 Joko Widodo (Jokowi).
"Relaksasi dalam pengaturan impor melalui Permendag Nomor 8 Tahun 2024 dengan tidak mempersyaratkan pertek lagi dalam proses pengurusan perizinan impornya sehingga permasalahan kontainer yang menumpuk tersebut dapat diselesaikan," kata Budi.
Namun, Direktur Eksekutif Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Danang Girindrawardana menyebut penerbitan Permendag 8/2024 adalah 'kecelakaan parah' dalam sejarah Indonesia.
Ia menuturkan aturan itu memicu keluarnya pasal yang menjadi 'lubang besar' yang memungkinkan barang-barang impor masuk tanpa pertek. Hal ini melanggar kewenangan serta peraturan dari kementerian/lembaga lain.
"Ini menjadi sesuatu bad practices di Indonesia gitu. Tidak bisa dibayangkan sebuah regulasi dari sebuah kementerian teknis mengacaukan kementerian yang lain," tegas Danang dalam diskusi publik INDEF secara daring bertajuk 'Industri Tekstil Menjerit, PHK Melejit', Kamis (8/8) lalu.
Ia pun menduga 26 ribu kontainer itu tak mengikuti prosedur aturan impor sehingga tertahan dan memicu antrean di pelabuhan. Yang seharusnya dilakukan adalah penindakan hukum, bukan meloloskan puluhan ribu kontainer itu.
Menurutnya, merilis kontainer seolah membebaskan para bandit importir untuk masuk menjajah pasar dalam negeri.
Lantas, perlu kah Permendag 8/2024 direvisi?
Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi INDEF Andry Satrio Nugroho mengatakan Permendag 8/2024 memang perlu direvisi. Beleid itu mengancam industri tekstil domestik karena memudahkan barang impor masuk imbas dihapusnya pertek.
"Barang impor yang masuk ke Indonesia harus memenuhi aturan yang berlaku, salah satunya pertek. Ini kan proses penghilangan pertek dilakukan di Permendag 8," katanya kepada CNNIndonesia.com, Rabu (12/3).
Andry mengatakan revisi Permendag 8/2024 harus memuat aturan jelas soal impor tidak boleh dilakukan tanpa mempertimbangkan kondisi industri domestik. Ia mengingatkan impor bukan tidak boleh dilakukan sama sekali.
"Impor harus dijaga memang yang dibutuhkan di dalam negeri. Harus melihat kembali suplai di dalam negeri," katanya.
Namun, ia menilai revisi Permendag 8/2024 tidaklah cukup. Pemerintah juga harus mewaspadai masuknya produk impor ilegal. Karenanya, Andry meminta Presiden Prabowo Subianto menindak tegas mafia-mafia yang selama ini meloloskan barang impor ilegal masuk ke Indonesia
"Jangan sampai kita sudah revisi Permendag tapi produknya (ilegal) lolos begitu saja. Ini yang harus dibongkar mafianya yang bermain di sini," katanya.
Senada, Pakar Kebijakan Publik dan Ekonom UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat menyebut revisi Permendag 8/2024 tidak akan cukup untuk menyelamatkan industri tekstil domestik.
Revisi, katanya, hanya akan memberi ruang bagi industri domestik untuk lebih bersaing, tetapi tantangan fundamental seperti kenaikan biaya produksi, penurunan permintaan domestik, dan kesulitan dalam pengembangan inovasi juga harus diselesaikan.
Achmad mengatakan ada berapa poin yang harus dimasukkan dalam revisi Permendag 8/2024. Pertama, pengendalian impor produk tekstil jadi.
"Pemerintah perlu menetapkan kuota impor atau mengenakan tarif bea masuk lebih tinggi untuk produk tekstil jadi, agar produk lokal dapat bersaing dengan lebih baik. Penetapan kuota dan tarif yang rasional akan mendorong peningkatan daya saing industri dalam negeri," katanya.
Kedua, meningkatkan standar kualitas dan sertifikasi. Achmad mengatakan pemerintah bisa memberlakukan syarat sertifikasi untuk impor produk tekstil, yang memastikan bahwa produk yang masuk memenuhi standar kualitas yang sama dengan produk lokal. Ini bisa menciptakan keadilan bagi para pelaku usaha lokal.
Ketiga, subsidi bahan baku. Achmad mengatakan subsidi bahan baku lokal yang lebih baik, terutama untuk industri tekstil yang membutuhkan kapasitas produksi yang lebih besar dan efisien, akan membantu menurunkan biaya produksi dan memperkuat daya saing di pasar global.
Achamad mengatakan, meskipun revisi merupakan langkah awal yang baik, diperlukan kebijakan pendukung lainnya untuk mendukung keberlanjutan dan keberhasilan industri tekstil di Indonesia.
Salah satunya pemberantasan penyulundupan barang. Penyulundupan barang, terutama barang impor ilegal seperti tekstil dan pakaian jadi, menjadi salah satu penyebab menurunnya daya saing produk lokal.
"Penyulundupan ini melibatkan banyak instansi, seperti Bea Cukai, Kepolisian, dan Kementerian Perdagangan. Kerja sama antara Bea Cukai, kepolisian, dan aparat terkait lainnya harus diperkuat dengan menggunakan teknologi canggih seperti sistem pemantauan berbasis data untuk mendeteksi penyulundupan," katanya.

komentar
Jadi yg pertama suka