Cari Berita
Tips : hindari kata umum dan gunakan double-quote untuk kata kunci yang fix, contoh "sakura"
Maksimal 1 tahun yang lalu
Ekonomi & Bisnis
Bank Indonesia Beli Surat Berharga Negara Rp 70 Triliun
TEMPO BISNIS   | 13 jam yang lalu
1   0    0    0
TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia (BI) melaporkan telah membeli Surat Berharga Negara (SBN) sejumlah Rp 70,74 triliun hingga 18 Maret 2025. Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan pembelian surat utang pemerintah oleh bank sentral ini sebagai langkah operasi moneter pro-market.
“Selama tahun 2025, hingga 18 Maret 2025, Bank Indonesia telah membeli SBN sebesar Rp 70,74 triliun,” ucap Perry dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) Maret 2025, di Gedung Thamrin, Bank Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu, 19 Maret 2025.
Ia menguraikan bahwa bank sentral telah membeli SBN melalui pasar sekunder sebesar Rp 47,31 triliun dan pasar primer dalam bentuk Surat Perbendaharaan Negara (SPN), termasuk syariah, sebesar Rp 23,43 triliun. Hal tersebut, ujar Perry, guna mendukung stabilisasi nilai tukar rupiah dan pencapaian sasaran inflasi. 
Perry juga mengatakan ke depannya berbagai inovasi instrumen yang telah diterbitkan akan dioptimalkan guna terus memperkuat ketahanan eksternal ekonomi Indonesia dan meningkatkan efektivitas transmisi kebijakan moneter.
Sebelumnya Bank Indonesia sempat mengumumkan bakal memborong SBN dari pasar sekunder setelah ada kesepakatan dengan Kementerian Keuangan. Pada pengumuman hasil RDG 18 Desember 2024 lalu, Perry memaparkan bahwa langkah ini merupakan salah satu operasi moneter bank sentral. Tujuannya adalah menstabilkan rupiah, terlebih setelah mata uang Indonesia anjlok ke angka Rp 16 ribu per dolar Amerika Serikat pada Desember 2024.
Perry membeberkan bahwa persamuhan dengan Bendahara Negara telah menghasilkan kesepakatan. Kementerian Keuangan akan menerbitkan SBN pada 2025, sedangkan Bank Indonesia bakal menjalankan rencana operasi moneter dengan membeli SBN di pasar sekunder.
Pada 2025, bank sentral menargetkan nilainya tak hanya Rp 100 triliun, tapi bisa menembus Rp 150 triliun. “Bahkan kemungkinan bisa lebih tinggi, nanti akan kami bicarakan,” kata Perry dalam konferensi pers BI beberapa waktu lalu.
Ekonom Bright Institute Muhammad Andri Perdana mengatakan rencana ini merupakan kebijakan moneter quantitative easing atau menambah uang beredar. Menurut dia ada beberapa risiko yang bakal terjadi imbas keputusan yang diambil bank sentral ini. Di antaranya adalah meningkatnya inflasi serta risiko kredibilitas dan independensi BI.
Keputusan BI kali ini menurut Andri mirip dengan burden sharing yang dilakukan Bank Indonesia pada era pandemi Covid-19 lalu. Hanya saja bedanya, kali ini bank sentral membeli SBN di pasar sekunder, sedangkan burden sharing BI membeli dari pasar primer. Secara sederhana yang dilakukan BI adalah menginjeksi likuiditas langsung atau secara harfiah, mencetak uang.
“Keduanya pada dasarnya memiliki risiko yang berbahaya, karena sama-sama menginjeksi likuiditas langsung dari bank sentral dan bukan dari perekonomian,” kata Andri kepada Tempo, Kamis, 26 Desember 2024.
Ilona Estherina berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
komentar
Jadi yg pertama suka