Cari Berita
Tips : hindari kata umum dan gunakan double-quote untuk kata kunci yang fix, contoh "sakura"
Maksimal 1 tahun yang lalu
Ekonomi & Bisnis
Bonus Hari Raya Drivel Ojol Rp 50 Ribu, Wamenaker: Sangat Tidak Manusiawi Lah
TEMPO BISNIS   | Maret 27, 2025
7   0    0    0
TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer Gerungan menilai pemberian bonus hari raya (BHR) sebesar Rp 50 Ribu merupakan tindakan tak manusiawi. Immanuel menyampaikan hal tersebut usai mendengar sejumlah pengemudi ojek online (ojol) yang penghasilan pertahunnya mencapai puluhan juta tapi hanya mendapat bonus Rp 50 ribu. "Kalau itu benar ya, misalnya ada yang kerja 5 tahun, lantas pendapatan mereka setahun itu berapa puluh juta, nanti dikasih Rp 50 ribu ya menurut saya itu sangat tidak manusiawi lah," ujar Immanuel di kantor Kemnaker pada Selasa, 25 Maret 2025.
Ia pun menjelaskan berdasarkan keterangan yang disampaikan oleh aplikator, nominal BHR itu berlaku untuk para mitra yang dianggap tidak bekerja penuh waktu. Ia mencontohkan misalnya para pengemudi yang baru bekerja selama tiga bulan ataupun yang memiliki produktivitas rendah.
Dengan tingkat performa demikian, kata Immanuel, aplikator pun mengkategorikan para pengemudi tersebut dalam urutan terbawah penerima BHR. Misalnya di Gojek, nominal BHR Rp 50 ribu didistribusikan untuk pengemudi roda dua dan roda empat yang berada di kategori 5. Serupa juga di Grab yang mengklaim nominal teredah BHR-nya  yakni Rp 50 ribu untuk mitra pengemudi roda dua dan empat. "Jadi Rp 50 ribu pertimbangannya itu mereka dianggap pekerja part-time. Itu dari platform digital yang menyampaikan ke saya ya. Karena saya telpon langsung ke orang-orang itu," katanya.
Kendati telah mengantongi penjelasan awal dari aplikator, Immanuel mengeklaim akan kembali meminta klarifikasi lanjutan usai Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI) mengadu ke Posko THR Kemnaker. Immanuel menyebut laporan yang diajukan SPAI berbasis data karena melampirkan bukti total gaji setahun dari sejumlah ojol.
Menurut rekapitulasi gaji yang ditunjukkan SPAI, Tempo melihat sejumlah pengemudi menghasilkan pendapatan yang berkisar antara Rp 30 juta hingga Rp 100 juta dalam setahun. "Kami akan coba cek juga ke para aplikator atau platfom digital ini. Kenapa kok mereka ada yang penghasilan Rp 35 juta, ada yang Rp 93 juta, ada yang 70 juta penghasilannya dalam setahun tapi dikasihnya (BHR) cuma Rp 50 ribu?" ujar Immanuel. Ia berujar tidak mungkin para pengemudi menuntut BHR dari gaji komisaris dan direktur perusahaan teknologi. Ia yakin para mitra hanya menuntut haknya sebagai pengemudi yang telah diatur dalam SE Menteri Ketenagakerjaan.
Sebelumnya Ketua SPAI Lily Pujiati melaporkan aplikator ke Posko THR Kemnaker lantaran memberika BHR sebesar Rp 50 ribu ke mitra pengemudi. Padahal menurut Lily dengan jumlah pendapatan berkisar Rp 93 juta hingga Rp 100 juta per tahun, ia menghitung para mitra seharusnya menerima bonus sekitar Rp 1,7 juta. "Itu menurut kami diskriminasi dan penghinaan terhadap driver ojol juga, mereka (aplikator) melanggar ketentuan yang sudah diterapkan di negara kita," kata Lily pada Selasa. 
Lily menyebut ia merujuk pada Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor M/3/HK.04.00/III/2025 yang diterbitkan pada 11 Maret 2025. SE itu mengatur nominal BHR yang harus diberikan dihitung berdasarkan 20 persen dari rata-rata pendapatan bersih bulanan pengemudi selama 12 bulan terakhir. Pada Selasa siang, ia menerima 800 aduan dari para pengemudi yang merasa hak-haknya tak dipenuhi oleh para aplikator. 
Menurut Lily, jumlah pengemudi yang hanya menerima BHR sebesar Rp 50 ribu jumlahnya mencapai 80 persen dari 800 aduan yang ia terima. "Kami minta benar-benar pemerintah memberikan pantauan, imbauan ataupun mempertegas bahwa aplikator harus memberikan sejumlah BHR secara tunai kepada driver sesuai ketentuan" ujar dia.
Ia menilai mekanisme pembagian bantuan hari raya oleh para aplikator tidak mencerminkan keadilan. Sebab, para aplikator menentukan nominal BHR berdasarkan tingkat produktivitas dan kinerja dari masing-masing pengemudi. Padahal menurut dia semua pengemudi pasti bekerja secara aktif tapi pembagian pekerjaannya itu kerap tidak terdistribusi secara merata. 
komentar
Jadi yg pertama suka