Cari Berita
Tips : hindari kata umum dan gunakan double-quote untuk kata kunci yang fix, contoh "sakura"
Maksimal 1 tahun yang lalu
Ekonomi & Bisnis
3 Saran Ekonom untuk Menyehatkan Pasar Modal di Tengah Gejolak Tarif Trump
TEMPO BISNIS   | April 12, 2025
5   0    0    0
TEMPO.CO, Jakarta - Di tengah kondisi pasar dunia yang bergejolak akibat tarif Trump, ekonom Universitas Paramadina Wijayanto Samirin menyarankan pemerintah untuk menyehatkan pasar modal. Wijayanto mengatakan, kondisi pasar modal merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG.
Ada tiga langkah yang disarankan oleh Wijayanto. “Pertama, keberpihakan pemerintah dengan melakukan transformasi pasar modal Indonesia,” kata dia dalam diskusi daring bertajuk ‘Trump Trade War: Menyelamatkan pasar Modal, Menyehatkan Ekonomi Indonesia’ pada Jumat, 11 April 2025.
Wijayanto mengatakan, di negara-negara maju, pasar modal bukan hanya dilihat sebagai instrumen pertumbuhan ekonomi, tapi juga sebagai alat untuk memeratakan kesejahteraan masyarakat. Sebab, kata dia, masyarakat dari kelas ekonomi lemah dan menengah bisa menikmati return melalui dana pensiun dan reksa dana.
Kedua, ia menyebut otoritas pasar modal memiliki pekerjaan rumah untuk menegakkan good corporate governance. Ketiga, dia mengatakan pemerintah harus segera mengakhiri kecanduan terhadap Surat Berharga Negara dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia. Pasalnya, penerbitan SBN secara masif yang berbunga tinggi menyedot modal keluar dari pasar modal. Ia pun menyarankan pemerintah untuk mengandalkan sumber pendanaan yang lebih berkelanjutan.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengumumkan bahwa sampai Maret 2025, pembiayaan utang berupa penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) mencapai Rp 282,6 triliun atau 44 persen dari APBN. Kemudian realisasi pembiayaan utang sendiri tercatat sebesar Rp 270,4 triliun atau 34,8 persen dari APBN.
Sri Mulyani mengakui adanya lonjakan utang. Namun, dia mengklaim ini sebagai strategi frontloading yaitu menarik utang dalam jumlah besar di awal periode anggaran. Menurut Sri, strategi ini dilakukan demi mengantisipasi kebijakan Presiden Amerika Serikat Donald Trump yang menimbulkan ketidakstabilan pasar global.
“Jadi kalau kita melakukan frontloading bukan karena kita tidak punya uang, itu memang strategi dari issuance untuk mengantisipasi ketidakpastian yang pasti akan membuat kenaikan,” ucap Sri Mulyani dalam acara Sarasehan Ekonomi pada Selasa, 8 April 2025 di Jakarta, dikutip dari siaran YouTube Sekretariat Presiden.
komentar
Jadi yg pertama suka