Cari Berita
Tips : hindari kata umum dan gunakan double-quote untuk kata kunci yang fix, contoh "sakura"
Maksimal 1 tahun yang lalu
Ekonomi & Bisnis
Alasan Bahlil Usul Impor Minyak dan LPG dari AS Ditambah US$ 10 M
TEMPO BISNIS   | 22 jam yang lalu
7   0    0    0
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengusulkan penambahan impor minyak dan LPG dari Amerika Serikat (AS). Dengan begitu, neraca perdagangan RI dan AS menjadi seimbang.
"Kami mengusulkan dari ESDM adalah pertama, kita mengimpor sebagian minyak dari Amerika dengan menambah kuota impor kita LPG yang angkanya kurang lebih di atas US$ 10 miliar," ujar Bahlil di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa, 15 April 2025.
Dia menyebut, rencana penambahan impor minyak dan LPG itu bertujuan untuk menyeimbangkan neraca perdagangan Indonesia dengan AS. Sebagaimana diketahui, AS mengenakan tarif resiprokal lantaran adanya defisit perdagangan. Bahlil optimistis bahwa dengan rencana tersebut, neraca perdagangan antara Indonesia dengan AS dapat seimbang.
"Data BPS mengatakan surplus kita US$ 14,6 miliar. Maunya Amerika agar neraca perdagangan kita seimbang. Kalau seimbang, maka atas arahan Bapak Presiden Prabowo kepada kami, coba mengecek komoditas apa lagi yang bisa kita beli di Amerika," ujar Bahlil.
Berangkat dari sana, kata Bahlil, akhirnya Kementerian ESDM mengusulkan penambahan impor minyak dan LPG itu. Jika demikian, tak akan lagi terjadi defisit neraca perdagangan Indonesia dengan AS. 
"Kalau ini aja kita geser, maka defisit neraca perdagangan kita dengan Amerika itu tidak akan terjadi lagi. Neraca kita balance, ini yang kami akan lakukan," kata dia. 
AS diketahui mengenakan tarif timbal balik terhadap Indonesia sebesar 32 persen. Ada sejumlah produk yang dikecualikan dari tarif resiprokal, antara lain barang yang dilindungi 50 USC 1702 (b), misalnya barang medis dan kemanusiaan.
Selain itu, produk lain yang tidak terdampak adalah produk yang telah dikenakan tarif berdasarkan Section 232 yakni baja, aluminium, mobil dan suku cadang mobil. Kemudian, produk strategis seperti tembaga, semikonduktor, produk kayu, farmasi, bullion atau logam mulia, serta energi dan mineral tertentu yang tidak tersedia di AS.
Taruf tersebut semula direncanakan akan berlaku mulai 9 April 2025. Namun, Presiden AS Donald Trump kemudian mengumumkan penundaan implementasi tarif resiprokal terhadap hampir semua mitra dagangnya. 
Meski begitu, Trump justru memutuskan untuk menambah tarif bagi Cina menjadi 125 persen. “Berdasarkan kurangnya rasa hormat yang ditunjukkan Cina terhadap pasar dunia, saya dengan ini menaikkan tarif yang dikenakan AS kepada Cina menjadi 125 persen, berlaku segera. Pada suatu saat, mudah-mudahan dalam waktu dekat, Cina akan menyadari kesalahannya telah ‘menipu’ Amerika Serikat dan negara-negara lain,” kata Trump dalam unggahan di Truth Social, Rabu, 9 April 2025, yang dilihat dari akun Instagram @whitehouse. 
Trump menyebutkan penangguhan implementasi tarif impor akan berlangsung selama 90 hari. Kebijakan penundaan tersebut diberikan kepada lebih dari 75 negara, tetapi tarif timbal balik tetap akan diturunkan menjadi minimal sebesar 10 persen. 
“Saya telah mengesahkan penghentian penerapan bea masuk baru selama 90 hari. Dan tarif timbal balik yang diturunkan secara substansial selama periode ini sebesar 10 persen juga berlaku segera,” kata Trump. 
Kala itu, ia juga menjelaskan betapa tingginya antusiasme sejumlah negara untuk bernegosiasi dengan AS, sehingga menjadi alasan baginya memutuskan kebijakan penundaan. Dia mengungkapkan, lebih dari 75 negara telah mengirimkan delegasi untuk bertemu dengan pihak Amerika Serikat, termasuk Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR). 
“Faktanya, lebih dari 75 negara telah memanggil perwakilan AS, termasuk Departemen Perdagangan, Departemen Keuangan, dan USTR untuk merundingkan solusi bagi subjek yang dibahas,” ujar Trump. 
Dia menuturkan, negara-negara itu tidak berupaya mengambil tindakan balasan atau retaliasi seperti Cina. Lebih dari 75 negara tersebut, kata Trump, melakukan negosiasi dengan AS untuk mendiskusikan berbagai isu, seperti masalah perdagangan, hambatan perdagangan, tarif, manipulasi mata uang, hingga tarif non-moneter. 
Melynda Dwi Puspita dan Ilona Estherina berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
komentar
Jadi yg pertama suka