Cari Berita
Tips : hindari kata umum dan gunakan double-quote untuk kata kunci yang fix, contoh "sakura"
Maksimal 1 tahun yang lalu
Ekonomi & Bisnis
Ancaman Rugi Rp2.200 T-Marak Preman di Dunia Bisnis RI, Salah Siapa?
CNN EKONOMI   | April 29, 2025
13   0    0    0
Jakarta, CNN Indonesia --
Preman masih merajalela di Indonesia. Tak hanya kehidupan sosial masyarakat, kegiatan bisnis dan investasi pun tak terlepas dari gangguan mereka. 
Terbaru, aksi premanisme menimpa pabrik mobil listrik BYD sampai Vinfast di Subang, Jawa Barat. Mereka tak luput dari aksi premanisme organisasi kemasyarakatan (ormas).
Wakil Ketua MPR RI Eddy Soeparno pertama kali mengungkapkan kabar tak sedap ini. Kendati, pria yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu tak menyebut ormas mana yang mengusik BYD.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perkumpulan Industri Kendaraan Listrik Indonesia (Periklindo) kemudian menambahkan fakta lain, di mana pabrik Vinfast di Subang ternyata juga diganggu ormas. Ketua Periklindo Moeldoko mengaku mengantongi langsung laporan soal gangguan serupa yang menyasar perusahaan asal Vietnam.
Akan tetapi, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan peristiwa ormas merecoki pabrik BYD merupakan kejadian lama. Ia mengklaim saat ini suasana dari keberlangsungan investasi di wilayahnya itu sudah aman.
"Cek saja (pabrik BYD di Subang), sekarang sudah sangat aman," tegas Dedi di Bandung, Jawa Barat, Rabu (23/4).
"Kasat Sersenya keren banget loh di Subang sekarang. Dicek deh, enggak ada lagi itu premanisme sekarang di sana. Yang jualin Aqua saja sudah hampir enggak ada sekarang. Enggak ada (premanisme ormas), itu cerita lama saja," tuturnya.
CNNIndonesia.com sudah berupaya menghubungi Bupati Subang 2025-2030 Reynaldy Putra Andita untuk memastikan kondusifitas pabrik BYD dan Vinfast saat ini. Hingga berita ini tayang, Reynaldy belum merespons tentang penanganan premanisme ormas di Subang.
Kasus di Subang bukan pertama kalinya terjadi di tanah air. Aduan soal premanisme ormas juga pernah dilayangkan Ketua Umum Himpunan Kawasan Industri (HKI) Sanny Iskandar, di mana menurutnya ada aksi minta 'jatah' dalam pembangunan atau aktivitas pabrik di kawasan industri.
HKI yang geram dengan tindakan tak terpuji itu mengaku sudah melaporkan langsung hal tersebut ke Presiden Prabowo Subianto. Sayang, hingga sekarang belum ada aksi berani negara menumpas eksistensi ormas yang mengganggu nasib investasi.
Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Andry Satrio Nugroho melihat kemunculan ormas dan preman adalah muara dari sulitnya pekerjaan formal di kondisi ekonomi sekarang.
Angkatan kerja yang begitu besar tak mampu diserap sektor formal, tumpah ruah mengisi pekerjaan informal, bahkan celakanya sampai meramaikan belantika ormas.
"Fungsi-fungsi atau pekerjaan informal yang sepertinya dibutuhkan oleh kekuasaan, mulai dari mobilisasi massa, pengamanan lahan, atau perlindungan politik itu juga mungkin permintaannya cukup besar sehingga ormas semakin menjamur," jelasnya kepada CNNIndonesia.com, Senin (28/4).
"Apalagi, kita lihat banyak ormas yang memang sangat disayangkan melibatkan pejabat-pejabat publik masuk sebagai bagian dari struktur organisasinya. Sehingga seperti ada praktik-praktik yang menggunakan tangan dari para pejabat publik ini untuk melegalkan aktivitasnya," imbuh Andry.
Pada akhirnya, aparat penegak hukum (APH) kehilangan taring. Pihak yang seharusnya memastikan keamanan dan ketertiban di lingkungan masyarakat justru mematung karena kekuatan di belakang ormas cukup besar.
Andry mengaku INDEF belum menghitung secara resmi berapa potensi kerugian yang muncul dari gangguan premanisme sampai pungutan liar (pungli) ormas. Namun, ia meminjam data milik Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Ia memasukkan aktivitas ormas ke dalam kegiatan shadow economy. Menurut laporan PPATK, porsi dari kegiatan ekonomi yang tidak tercatat resmi di negara itu mencapai 8,3 persen-10 persen dari produk domestik bruto (PDB).
"Shadow economy ini termasuk di dalamnya ada kegiatan-kegiatan premanisme, kegiatan yang sifatnya masih abu-abu, bahkan cenderung mengarah kepada praktik kriminal. Ini menurut saya cukup berbahaya. Kalau kita lihat 8,3 persen sampai 10 persen dari growth domestic product (GDP), itu sangat besar," bebernya.
Andry mencatat PDB Indonesia saat ini berada di level Rp22 ribu triliun. Dengan kata lain, potensi penerimaan dari kegiatan shadow economy yang termasuk di dalamnya premanisme ormas bisa menyentuh Rp2.200 triliun.
Di lain sisi, ia mewanti-wanti dampak dari premanisme ormas andai terus dibiarkan mengakar. Andry memprediksi satu per satu investor asing bakal memilih angkat kaki dari Indonesia.
"Kalau dikatakan apakah premanisme ini jadi red flag buat investor asing, tentu saja. Karena investor itu inginnya kepastian. Meskipun Indonesia dalam hal ini ada regulasi-regulasi yang harus mengeluarkan biaya, dipastikan biayanya itu bisa diukur. Nah, permasalahannya ormas itu di luar regulasi yang ada," jelasnya.
"Jadi, ketika ketidakpastian untuk berinvestasi sangat besar akibat adanya biaya-biaya tambahan di luar mekanisme regulasi yang ada, lalu tidak ada perlindungan hukum dari aparat penegak hukum, menurut saya pasti ini akan menjadi sentimen yang tidak begitu baik," wanti-wanti Andry.
Ekonom INDEF itu lantas mempertanyakan komitmen Prabowo dalam memberangus premanisme. Apalagi, sang Kepala Negara rajin mengkritik kebocoran anggaran dan kebocoran ekonomi di sana-sini.
Andry menegaskan premanisme juga salah satu bentuk kebocoran ekonomi. Bahkan, eksistensi ormas yang pungli sana pungli sini makin memperbesar lubang kebocoran itu.
Ia menuntut ketegasan Presiden Prabowo. Jika tidak ada efek jera bagi ormas-ormas nakal, Andry memperingatkan Indonesia hanya menunggu waktu ditinggal investor berjemaah.
"Presiden (Prabowo) sampai dengan hari ini tidak memiliki statement yang cukup clear bahwa dia memerangi praktik-praktik seperti ini. Presiden menurut saya sepertinya diam saja, tidak ada arahan khusus. Sehingga publik pasti akan mempertanyakan terkait dengan komitmen presiden sendiri terhadap pemberantasan premanisme yang ada," tandasnya.
CNNIndonesia.com sudah menghubungi perwakilan pengusaha, yakni Ketua DPP Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jawa Barat Ning Wahyu Astutik sampai Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) Bidang Pengembangan Otonomi Daerah Sarman Simanjorang untuk menanyakan hitungan resmi potensi kerugian imbas premanisme ormas. Namun, belum ada jawaban dari keduanya.
Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal melihat ormas juga sebagai 'alat' dari para pemimpin atau kepala daerah. Back up dari 'raja kecil' itu pada akhirnya membuat organisasi kemasyarakatan tumbuh subur.
Ia menyarankan para kepala daerah untuk segera mengubah pola pikirnya. Faisal menekankan pemimpin tidak lagi berpikir hanya memperoleh keuntungan sesaat melalui pungli atau memeras investor.
Pemahaman yang harus ditanamkan adalah investasi butuh waktu alias baru terasa untungnya dalam jangka panjang. Keuntungan tersebut juga bisa dinikmati banyak orang, terutama seluruh warga daerah terkait.
"Berarti (kepala daerah) harus mengesampingkan keuntungan-keuntungan sesaat dan kemudian perlu membantu untuk enforcement supaya investasinya baik. Betul-betul mencegah dan menindak ormas-ormas yang merusak sistem investasi tersebut," saran Faisal.
Di lain sisi, mesti ada kolaborasi dengan pemerintah pusat. Tanpa ada kerja sama dua kekuatan besar, Faisal menilai keberadaan ormas akan susah diberantas.
Kepala daerah selaku orang yang punya kekuatan politik harus mampu bertindak. Misalnya, dengan menggerakkan aparat penegak hukum.
Begitu pula keseriusan pemerintah pusat dalam penindakan praktik-praktik premanisme ormas yang justru kontradiktif terhadap upaya menarik investasi, utamanya di sektor manufaktur.
Sementara itu, Ekonom Bright Institute Muhammad Andri Perdana menduga ada kesengajaan dalam pembiaran praktik premanisme ormas. Ujungnya ada 'harga' sebagai syarat untuk mengatasi fenomena liar tersebut.
"Investasi penanaman modal asing (PMA) berskala besar yang menjadi perhatian pusat sebenarnya relatif jarang untuk 'diganggu', apalagi jika investasi tersebut diberikan status objek vital nasional (obvitnas), seperti di Morowali, Konawe, Halmahera, dan lain-lain," komentar Andri.
Ia kemudian mengutip pernyataan Gubernur Jabar Dedi Mulyadi soal kondisi pabrik BYD di Subang yang sekarang diklaim sudah sangat aman. Menurutnya, ini menunjukkan sebenarnya negara sangat bisa bertindak tegas.
"Negara sebenarnya sangat bisa jika ingin setiap pabrik atau investasi dibebaskan dari premanisme ormas. Namun, tampaknya hal ini justru membentuk sistem saling menguntungkan antara negara dan ormas yang membutuhkan satu sama lain," kritiknya.
Menteri Investasi dan Hilirisasi Rosan Roeslani sudah pernah merespons ramai aksi premanisme ormas di Indonesia. Apalagi, berujung pada lenyapnya investasi ratusan triliun rupiah.
Rosan menilai perlu ada diskusi untuk menyelesaikan masalah ini. Meski, ia tak merinci bagaimana langkah konkret yang bakal ditempuh negara untuk mengomunikasikan masalah premanisme ormas.
"Kalau saya melihatnya ini perlu ada diskusi yang lebih baik," kata Rosan usai Mandiri Investment Forum 2025 di Fairmont Hotel, Jakarta Pusat, Selasa (11/2).
"Dengan investasi masuk ini kalau semua lancar, semuanya damai, itu kan juga menciptakan lapangan kerja di situ," tegasnya.

komentar
Jadi yg pertama suka