Cari Berita
Tips : hindari kata umum dan gunakan double-quote untuk kata kunci yang fix, contoh "sakura"
Maksimal 1 tahun yang lalu
Ekonomi & Bisnis
Biaya Hidup Makin Berat Hantui Warga Jelang Pemilu Singapura 2025
CNN EKONOMI   | Mei 1, 2025
13   0    0    0
Jakarta, CNN Indonesia --
Sejumlah warga Singapura mengkhawatirkan nasib mereka yang semakin terhimpit akan biaya hidup yang meroket, jelang Pemilu Singapura 2025 yang akan digelar pada Sabtu (3/5).
Seorang konsultan keuangan berusia 68 tahun bernama Richard Han mengaku cemas akan nasibnya setelah pensiun nanti. Begitu juga Catherine Tan yang juga berprofesi sebagai konsultan keuangan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tan yang berusia 30 tahun mengaku sulit memenuhi kebutuhan hidup dengan pendapatan rumah tangganya yang sebesar S$5.700 atau Rp72,2 juta sebulan (S$1=Rp12.666), sementara ia membayar dokter spesialis kulit untuk anaknya bisa mencapai S$300 sekali kunjungan.
"Harga-harga semua hal lain naik, tetapi gaji kami tidak naik," kata Tan yang pendapatan rumah tangganya di bawah pendapatan rata-rata negara kota itu sebesar S$11.297.
Tan dan Han menjadi bagian dari 2,76 juta pemilih yang akan memberikan suara mereka pada 3 Mei mendatang, sekaligus pihak yang terancam akibat tarif AS dan pelemahan ekonomi yang meningkatkan risiko resesi di Singapura.
Singapura sudah dua tahun terakhir dinobatkan sebagai kota termahal di dunia untuk ditinggali oleh bank internasional, Julius Baer.
Sementara itu, partai penguasa Singapura sejak kemerdekaan pada 1965, People's Action Party (PAP) yang dipimpin oleh Perdana Menteri Singapura saat ini, Lawrence Wong, diperkirakan akan kembali menang dan menguasai parlemen.
Namun perolehan suara partai ini akan menjadi perhatian ketat lantaran banyak pemilih yang tak senang dengan cara mereka yang menguasai pemerintah itu menangani permasalahan Singapura.
Tan sendiri mengaku ia akan memilih PAP karena partai tersebut menanggapi permintaan warga untuk memberikan lebih banyak bantuan sosial ke masyarakat.
Ia juga berharap pemerintah bisa memberikan lebih banyak lagi dukungan kepada keluarga untuk membantu perawatan anak dan menghadapi tagihan biaya medis seperti yang ia alami.
Namun Han agak sedikit berbeda. Ia menilai suara oposisi mesti lebih besar lagi dalam Pemilu Singapura 2025 agar PAP "lebih memikirkan warga".
"Jika ada lebih banyak suara oposisi, mereka akan lebih banyak mendengarkan," kata Han.
Menurut jajak pendapat yang digelar pada April 2025 oleh Blackbox Research terhadap 1.506 warga Singapura, peringkat pemerintah pada 26 isu sosial berada pada level terendah mereka.
Meski begitu, capaian tersebut masih terbilang positif bersih, yakni untuk 52 persen untuk penanganan biaya hidup, 55 persen untuk pajak barang dan jasa, 57 persen untuk kesenjangan, 58 persen untuk harga mobil, dan 59 persen untuk perumahan.
"[GST/pajak nilai barang (PPN)] makin tinggi dan tinggi, kita tidak bisa menurunkannya. Dan kemudian biaya hidup sehari-hari, itu setiap hari lho, paham kan?" keluh Han.
Lanjut ke sebelah...
Han sendiri mendapatkan gaji sekitar S$8.000 sebulan sebagai pengawas keuangan dan menghabiskan sekitar S$4.000 untuk kebutuhan hidupnya. Ia khawatir tidak punya cukup uang untuk mendanai masa pensiunnya usai puluhan tahun bekerja.
Pada Februari 2025, PM Wong yang juga bertindak sebagai menteri keuangan mengumumkan sejumlah kebijakan yang dianggap analis sebagai bantuan sosial jelang pemilu, seperti voucer bahan pokok dan grosir, dan rabat pajak dan barang-barang lainnya.
Han menilai voucer yang disebut sebagai kompensasi kenaikan pajak konsumsi 2 persen itu, tidak cukup mengatasi kekhawatiran dirinya dan putranya yang kini berusia 22 tahun dan akan menghadapi masa yang lebih sulit begitu lulus dari universitas.
Meski tingkat inflasi inti menurun hingga 0,5 persen pada Maret dari puncaknya sebesar 5,5 persen pada Januari 2023 yang mestinya menandakan penurunan tekanan harga, Tan menyatakan hal berbeda terjadi di lapangan.
Catherine Tan mengaku kerap pergi ke Malaysia untuk membeli susu formula dengan harga sekitar sepertiga dari harga yang ada di Singapura.
Sementara itu, ayah tunggal berusia 44 tahun bernama Abdul Rahman juga mengatakan hal serupa. Ia yang harus membesarkan tiga anaknya yang masih berusia 8, 10, dan 11 tahun juga khawatir akan nasib mereka.
Singapore's Deputy Prime Minister Lawrence Wong is sworn in as Singapore's fourth Prime Minister at the Istana, in Singapore, May 15, 2024. REUTERS/Edgar Su/PoolPada Februari 2025, PM Wong yang juga bertindak sebagai menteri keuangan mengumumkan sejumlah kebijakan yang dianggap analis sebagai bantuan sosial jelang pemilu, seperti voucer bahan pokok dan grosir, dan rabat pajak dan barang-barang lainnya. (REUTERS/Edgar Su)
Rahman memang mendapatkan gaji tahunan mencapai S$50.000 atau S$4.166 setiap bulannya, tapi kebutuhan bulanan mereka sudah melebihi S$2.000 per bulan. Ia menyebut biaya sekolah sudah menyentuh S$400 sebulan dan ia tak yakin bisa membiayai pendidikan tinggi untuk tiga anaknya.
Soal tempat tinggal juga jadi beban pikiran Rahman. Sejak bercerai, ia harus menjual rumahnya dan mesti mencari rumah baru untuk dirinya dan ketiga anaknya.
Singapura sendiri memang menyediakan apartemen bersubsidi kepada warganya yang baru menikah, dan Abdul Rahman bisa mengajukan permohonan bantuan untuk bisa memperoleh tempat hunian itu walau ukurannya mungkin tak sesuai.
Bila ingin tempat yang lebih luas, ia harus membeli dari pasar properti dan harganya sudah naik hampir 10 persen pada 2024, setelah naik hampir 5 persen pada 2023 menurut data dari Pemerintah Singapura.
"Untuk mendapatkan ruang yang cukup dengan satu penghasilan akan sangat, sangat sulit dengan harga saat ini," kata Abdul Rahman.

komentar
Jadi yg pertama suka