Ekonomi & Bisnis
DPR Akan Dalami Alasan OJK Terbitkan Aturan Co-Payment
TEMPO BISNIS
| Juni 7, 2025
18 0 0
0
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Mukhamad Misbakhun akan berdiskusi dengan pimpinan di komisinya ihwal aturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tentang pembagian risiko atau co-payment untuk produk asuransi kesehatan. Aturan yang berlaku mulai 1 Januari 2026 ini mewajibkan peserta asuransi untuk menanggung 10 persen dari biaya berobat.
“Akan kami bicarakan di internal pimpinan Komisi XI untuk diagendakan rapat di masa sidang depan,” kata Misbakhun kepada Tempo melalui aplikasi perpesanan pada Sabtu, 7 Juni 2025. Politikus Partai Golkar itu mengatakan, rapat tersebut bertujuan untuk mengetahui dasar argumentasi dan alasan OJK dalam mengeluarkan peraturan co-payment.
Aturan co-payment tertuang dalam Surat Edaran OJK Nomor 7 tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Produk Asuransi Kesehatan. Dalam skema co-payment, pemegang polis harus menanggung paling sedikit 10 persen dari total pengajuan klaim dengan batas maksimum Rp 300.000 untuk rawat jalan per pengajuan klaim. Sementara untuk rawat inap OJK menerapkan batas maksimum sebesar Rp 3.000.000 per pengajuan klaim.
Ketentuan ini menuai kritik, salah satunya dari Forum Konsumen Berdaya Indonesia (FKBI). “Aturan ini mereduksi hak konsumen sebagai pemegang polis asuransi,” kata Ketua FKBI Tulus Abadi melalui keterangan tertulis, Kamis, 5 Juni 2025. Tulus menduga OJK sebagai regulator tidak melibatkan lembaga konsumen saat menerbitkan aturan tersebut.
Tulus menilai aturan ini justru berpotensi mereduksi minat masyarakat yang ingin ikut dalam program asuransi. Terlebih, kata dia, wajah industri asuransi di mata publik sedang menurun karena kasus-kasus besar seperti gagal bayar pada konsumen hingga dugaan korupsi.
Kritik juga muncul dari Yayagan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Menurut Sekretaris Eksekutif YLKI Rio Priambodo, peserta seharusnya dijamin 100 persen oleh perusahaan asuransi sebagai bentuk pertanggungan terhadap konsumen. Pertanggungan ini, kata dia, sudah menjadi risiko dari perusahaan asuransi.
“Di tengah jalan konsumen harus dihadapkan dengan perubahan yang tidak menguntungkan dan cenderung merugikan,” kata Rio kepada Tempo pada Kamis, 5 Juni 2025. YLKI pun meminta OJK untuk mengkaji ulang aturan tersebut.
Pelaksana tugas Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK Ismail Riyadi mengatakan surat edaran OJK tersebut diterbitkan dengan mempertimbangkan tren inflasi medis yang terus meningkat. “Melalui ketentuan ini, OJK mendorong efisiensi pembiayaan layanan kesehatan jangka panjang, di tengah tren inflasi medis yang terus meningkat secara global,” ujarnya dalam keterangan resmi pada Kamis, 5 Juni 2025.
Selain inflasi, Ismail mengatakan skema co-payment bertujuan untuk mendorong pemanfaatan layanan medis dan layanan obat yang lebih berkualitas. “Serta akan mendorong premi asuransi kesehatan yang affordable atau lebih terjangkau karena peningkatan premi dapat dimitigasi dengan lebih baik,” ucap Ismail. Berdasarkan pengalaman di berbagai negara, OJK mencatat skema co-payment akan meningkatkan kesadaran peserta dalam memanfaatkan layanan medis yang ditawarkan fasilitas kesehatan.
komentar
Jadi yg pertama suka