Cari Berita
Tips : hindari kata umum dan gunakan double-quote untuk kata kunci yang fix, contoh "sakura"
Maksimal 1 tahun yang lalu
Ekonomi & Bisnis
Mengapa Pemerintah Tidak Memajaki Transaksi Aset Kripto?
TEMPO BISNIS   | Agustus 8, 2025
11   0    0    0
PADA 25 Juli 2025, Menteri Keuangan Sri Mulyani menandatangani Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 50 Tahun 2025 tentang Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) atas transaksi perdagangan aset kripto.
Aturan ini mulai berlaku pada Jumat lalu, 1 Agustus 2025. Tujuan dari peraturan tersebut adalah untuk memberikan kepastian hukum terkait transaksi keuangan yang melibatkan aset kripto, serta menyederhanakan dan mempermudah administrasi perpajakan bagi para pelaku perdagangan aset kripto.
Pemerintah Indonesia menyadari bahwa aset kripto, meskipun telah berkembang pesat, masih tergolong sebagai instrumen keuangan yang baru dan kompleks. Oleh karena itu, aturan ini diterbitkan untuk memberikan struktur hukum yang jelas bagi para pelaku pasar kripto serta memastikan bahwa transaksi yang terjadi tercatat dan dikelola dengan benar. Hal ini juga bertujuan agar proses pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak menjadi lebih efisien dan tidak mempersulit pihak yang terlibat dalam transaksi kripto.
Sebagai langkah pertama, pemerintah memutuskan untuk tidak mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi penjualan aset mata uang kripto. Keputusan ini tertuang dalam Pasal 2 Ayat 1 PMK 50/2025, yang menyebutkan, “Atas penyerahan Aset Kripto yang dipersamakan dengan surat berharga tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai.”
Dengan demikian, transaksi jual beli aset kripto kini diperlakukan sama dengan surat berharga, yang artinya tidak lagi dianggap sebagai barang kena pajak (BKP) yang sebelumnya dikenakan PPN. Pengecualian ini mencerminkan penilaian bahwa aset kripto lebih tepat diperlakukan sebagai instrumen keuangan ketimbang komoditas, mengingat sifatnya yang lebih mirip dengan saham atau obligasi daripada barang fisik.
Namun, meskipun penjualan aset kripto tidak dikenakan PPN, pemerintah tetap mengenakan PPN pada beberapa layanan terkait aset kripto. Hal ini tercantum dalam Pasal 2 Ayat 2, yang menyatakan bahwa jasa penyedia sarana elektronik yang memfasilitasi transaksi aset kripto, baik oleh penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) maupun penambang aset kripto, tetap dikenakan PPN.
Contoh layanan yang dikenakan PPN antara lain adalah jual beli aset kripto menggunakan mata uang fiat, tukar-menukar aset kripto (swap), serta penyediaan atau pengelolaan dompet elektronik untuk menyimpan aset kripto. Nilai tarif PPN untuk layanan-layanan ini ditetapkan sebesar 11%, mengingat perhitungan tarif PPN yang berlaku pada 2025 adalah 12%, namun disesuaikan dengan ketentuan yang diatur dalam PMK 131/2024.
Selain itu, Pajak Penghasilan (PPh) juga akan dikenakan pada penerima atau pihak yang memperoleh penghasilan dari hasil penjualan aset kripto. PPh akan dipungut atas penghasilan yang diterima oleh penjual aset kripto, penyelenggara perdagangan melalui sistem elektronik, dan penambang kripto. Penghasilan yang dikenakan PPh meliputi transaksi dengan pembayaran menggunakan mata uang fiat, tukar-menukar aset kripto, dan transaksi aset kripto yang dilakukan secara elektronik melalui PMSE. Tarif PPh Pasal 22 atas penghasilan terkait aset kripto pun mengalami kenaikan, menjadi 0,21% dari sebelumnya yang hanya 0,1%. PPh ini bersifat final, yang berarti tidak ada pengurangan atau pengembalian pajak atas penghasilan yang diperoleh.
Dikutip dari Antara, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Bimo Wijayanto, dalam konferensi pers pada 22 Juli 2025, menjelaskan bahwa perubahan aturan pajak kripto ini berawal dari pemahaman bahwa sebelumnya pajak atas aset kripto diperlakukan sebagai komoditas.
Namun, dengan perubahan cara pandang terhadap kripto yang kini lebih dianggap sebagai instrumen keuangan, aturan pajak pun perlu disesuaikan. Bimo mengatakan, "Dulu kami mengatur kripto itu sebagai bagian dari komoditas, kemudian ketika dia beralih kepada instrumen keuangan, maka aturannya harus disesuaikan."
Bimo melanjutkan, "Peraturan pajak atas aset kripto ini harus disesuaikan dengan perubahan statusnya, dari komoditas menjadi instrumen keuangan,”ujarnya.
Muhammad Nafis Wirasaputra berkontribusi dalam penulisan artikel ini. 
Pilihan editor:  Penjelasan Dirjen Pajak Soal Penghapusan PPN untuk Transaksi Aset Kripto
komentar
Jadi yg pertama suka