Ini saya nemu penjelasan yang cukup komprehensif di Masjid Nishi Chiba.

Sebagai pemjelasan untuk arti bahssa Jepangnya adalah sebagai berikut:

おしり : bagian belakang (arti harfiahnya "pantat")

やわらか : pancaran air yang pelan untuk membersihkan pantat, kadang2 menggunakan frase ソフト

ビデ : bagian depan (dari bahasa Inggris "bidet")

流す 大 : alirkan air untuk buang air besar

流す 小 : alirkan air untuk buang air kecil

Kalau buang air besar, maka gunakan tombol oshiri, kalau buang air kecil (bagi wanita) maka gunakan tombol ビデ atau bagian depan.

Dengan nama depan yang sama, yang ini juga lumayan bikin marah lawan bicara di Indonesia :

多居 進

kalau dibaca dengan alphabet menjadi

Susumu Tai

😁

Pemilu di Jepang sangat tertib dan kebanyakan diisi dengan orasi tentang program kerja. Tidak ada yg namanya bagi-bagi sembako atau amplop karena pasti akan digiring masuk penjara pelakunya.

Saya pernah nulis artikel singkat di blog saya di : arifkurniawan.net

Silakan baca2 ya.,...

contoh poster caleg yang dipasang rapi.

Ini ada event tahunan di Nagoya 🙏

Tergantung gaya hidup mas/mbak.

Kami sekeluarga berlima tinggal di daerah Chiba sekitar 30 menit ke Tokyo dgn kereta. Dengan biaya hidup 100K-150K perbulan sudah mencukupi untuk makan minum, tapi memang belum termasuk sewa/angsuran rumah/apato, internet/hp, dan biaya transportasi sekolah anak2. Untuk biaya SPP, di kebanyakan daerah boleh dikata gratis hingga level SMP. Untuk level SMA negeri sekitar 9Kan yen. Kalau kuliah, beda lagi. Untuk universitas swasta, butuh skitar 100K perbulan, tapi kalau di univ negeri sekitar 50K untuk bayar SPP.

Menoleh ke belakang saat kami di Jakarta, perbulan biaya makan-minum habis sekitar 10jt perbulan untuk berlima. Biaya sekolah anak krn mereka kami masukkan swasta sekitar 1-2jt SPPnya perorang. Biaya transport sangat besar krn susah klo ngga punya mobil, belum bensin dan maintenance fee, mungkin sebulan minimal habis 5jutaan atau bahkan lebih. Itu belum termasuk cicilan rumah kalau belum punya.

Mungkin kira2 begini perbandingannya 🙏

Saya tiba pertama kali di Jepang tahun 2000 melalui bandara Haneda, Tokyo. Saat itu kami ditempatkan di training center Yatsuka, Saitama selama sebulan.

Yang paling menakjubkan bagi saya adalah saat jalan-jalan sekitar training Center dan melihat kebersihan kota dan ketertiban warga saat menyeberang di lampu merah. Mereka dengan sabar menunggu hingga lampu tanda menyeberang menjadi hijau. Budaya itu akhirnya menjadi kebiasaan saya juga dan sering terbawa saat di Indonesia. Beberapa kali saya berdiri di lampu merah dan menunggu lampu penyeberangan yang tidak kunjung berubah menjadi hijau dan tetap merah, hingga akhirnya tersadar kalau memang lampu merah itu cuma buat hiasan kalau di Indonesia. Tapi beberapa tahun terakhir sudah cukup banyak perubahan di tanah air, di Jakarta kebanyakan lampu penyeberangan benar2 berfungsi, walaupun memang di kota lain masih ada yang mati permanen atau merah permanen 😂