Ekonomi & Bisnis
DPR Sebut PPN 12 Persen Bisa Ditunda Tanpa Revisi UU, Ini Caranya
CNN EKONOMI
| Kemarin, 13:59
7 0 0
0
Jakarta, CNN Indonesia --
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan Dolfie Othniel Frederic Palit menyebut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen di 2025 bisa ditunda tanpa perlu mengubah Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
Penundaan itu bisa dilakukan pemerintah jika mau.
"Oh iya, undang-undang pajaknya nggak perlu diubah karena di undang-undang itu sudah memberikan amanat ke pemerintah. Kalau mau turunin tarif boleh, tapi minta persetujuan DPR," kata Dolfie kepada wartawan di Gedung DPR RI, Jakarta, Rabu (20/11) seperti dkutip dari detik.com.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kenaikan PPN menjadi 12 persen di 2025 merupakan amanat Pasal 7 ayat 1 UU HPP.
Meski begitu, di dalamnya tertulis bahwa pemerintah memiliki kewenangan untuk mengubah tarif PPN menjadi paling rendah 5 persen dan maksimal 15 persen melalui penerbitan peraturan pemerintah (PP) setelah dilakukan pembahasan dengan DPR.
"Berdasarkan pertimbangan perkembangan ekonomi dan/atau peningkatan kebutuhan dana untuk pembangunan, tarif PPN dapat diubah menjadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen," bunyi Pasal 7 ayat 3 UU PPN.
Kembali ke Dolfie, ia menjelaskan bahwa Komisi XI sudah pernah mempertanyakan rencana implementasi PPN 12 persen ke Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat masih periode pemerintahan sebelumnya.
Saat itu pandangannya menyebut keputusan PPN menunggu arahan dari Presiden Prabowo Subianto.
"Kita sudah pernah nanya waktu pembahasan APBN 2025, kita sudah tanya pemerintah apakah tarif PPN 12 persen ini tetap atau mau diturunkan dengan melihat kondisi ekonomi? Dijawab pada saat itu oleh pemerintah 'kita menunggu arahan dari presiden baru'. Nah mungkin sampai saat ini belum ada arahan terbaru dari presiden terkait itu," ucap Dolfie.
Ditemui terpisah, Ketua Komisi XI DPR RI Misbakhun mengatakan keputusan kenaikan PPN menjadi 12 persen di 2025 sepenuhnya diserahkan kepada pemerintah. Pasalnya sebelum UU itu diketok pihaknya telah menyampaikan berbagai masukan.
"Itu sudah ada dalam UU HPP, program yang sudah ada sejak 2021. Sekarang ada situasi yang tidak sama dengan kondisi saat itu yaitu daya beli yang menurun, sekarang kita kembalikan kepada pemerintah karena UU itu sudah disepakati," ucap Misbakhun.
"Tinggal pemerintah apakah mengkonsider kondisi daya beli yang menurun, penurunan kelas menengah yang hampir 10 juta. Apakah itu jadi pertimbangan? Kalau pemerintah tidak menjadikan itu pertimbangan, berarti pemerintah masih beranggapan bahwa kondisi ekonomi masih stabil, tidak terpengaruh, itu saja, silakan. Kita serahkan sepenuhnya itu menjadi wilayah pemerintah untuk memutuskan apakah kenaikan PPN menjadi 12 persen akan dijalankan di 2025 atau tidak," tambahnya.
(agt/agt)
komentar
Jadi yg pertama suka