Cari Berita
Tips : hindari kata umum dan gunakan double-quote untuk kata kunci yang fix, contoh "sakura"
Maksimal 1 tahun yang lalu
Ekonomi & Bisnis
6 Bahaya Intai Ekonomi RI dari Balik Rencana Naik PPN Jadi 12 Persen
CNN EKONOMI   | Kemarin, 12:16
6   0    0    0
Jakarta, CNN Indonesia --
Pemerintah akan menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen mulai tahun depan.
Kenaikan mereka jalankan dengan dalih menjalankan UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).
Dalam beleid itu, pemerintah dan DPR memang menetapkan PPN naik jadi 11 persen mulai 2022 dan menjadi 12 persen mulai 2025.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tarif PPN yaitu sebesar 12 persen yang mulai berlaku paling lambat pada 1 Januari 2025," tulis Pasal 7 ayat 2 UU tersebut.
Rencana kenaikan itu pun memantik reaksi keras dari sejumlah kalangan. Meskipun itu sudah menjadi amanat undang-undang, mereka memandang bahwa kenaikan berpotensi mencekik masyarakat yang sekarang ini tengah tercekik daya belinya.
Reaksi keras salah satunya disuarakan oleh kalangan buruh. Mereka sudah mengeluarkan ancaman kalau pemerintah tak membatalkan rencana kenaikan itu, mereka akan melakukan aksi demonstrasi besar-besaran.
"Jika pemerintah tetap melanjutkan kenaikan PPN menjadi 12 persen apalagi tidak diimbangi kenaikan upah sesuai tuntutan, KSPI bersama serikat buruh lainnya akan melakukan mogok nasional dengan melibatkan 5 juta buruh di seluruh Indonesia," kata Presiden Partai Buruh sekaligus Presiden KSPI Said Iqbal dalam keterangannya Selasa (19/11) kemarin.
Tak hanya buruh, petisi menolak rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 juga menggema di kalangan warganet di media sosial.
Bukan tanpa sebab, mayoritas warganet menilai kenaikan PPN menjadi 12 persen bakal sangat membebani masyarakat harga berbagai jenis barang kebutuhan pokok akan naik.
Padahal, keadaan ekonomi masyarakat belum membaik, apalagi dengan tingginya angka pengangguran dan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Petisi tersebut dibuat dan dibagikan oleh akun X @barengwarga pada Selasa (19/11) silam. Dalam cuitannya, akun itu menuntut pemerintah untuk segera membatalkan kenaikan PPN.
"Kenaikan PPN tersebut secara langsung akan membebani masyarakat, karena menyasar barang-barang kebutuhan pokok. Kalau keputusan menaikkan PPN itu dibiarkan bergulir, mulai harga sabun mandi sampai bahan bakar minyak (BBM) akan ikut naik. Otomatis daya beli masyarakat akan terganggu dan kesulitan memenuhi kebutuhan hidup," bunyi cuitan akun itu.
Pantauan CNNIndonesia.com, Kamis (21/.11) pagi, petisi dengan judul 'Pemerintah, Segera Batalkan Kenaikan PPN!' itu tercatat sudah diteken oleh 2.808 orang.
Selain aksi petisi, warganet juga menyuarakan gerakan gaya hidup minimalis sebagai bentuk perlawanan. Dalam gerakan itu, masyarakat diajak untuk mengurangi konsumsi barang-barang tertentu yang terdampak PPN guna menekan beban pajak.
Pasalnya, konsumsi masyarakat menjadi salah satu faktor pertumbuhan ekonomi.
Tak hanya buruh dan warganet, ekonom pun mengatakan kenaikan PPN jadi 12 persen tahun depan memang berpotensi menimbulkan masalah.
Analis Senior Indonesia Strategic and Economic Action Institution Ronny P Sasmita mengatakan kenaikan PPN menjadi 12 persen akan menimbulkan banyak dampak.
Pertama, kepada konsumsi rumah tangga.
Maklum, kenaikan PPN akan membuat harga-harga jual barang dan jasa ikut naik.
"Karena biasanya perusahaan kurang bersedia menanggung kenaikan PPN sendiri, sehingga biasanya jalan tercepat adalah menaikkan harga jual barang atau jasa yang diproduksi oleh perusahaan," katanya kepada CNNIndonesia.com, Kamis (14/11).
Ronny mengatakan semakin mengalami tekanan daya beli karena kenaikan harga barang dan jasa, maka masyarakat akan mengurangi konsumsi atas barang dan jasa tersebut, sehingga permintaannya akan menurun.
Dampak kedua, penurunan kinerja produksi perusahaan.
Pasalnya, jika permintaan dari masyarakat turun, maka produksi perusahaan tidak terserap. Akhirnya mereka harus menahan produksi karena persediaan mereka masih banyak.
Ketiga, merajalelanya PHK.
Ia mengatakan penurunan produksi imbas berkurangnya permintaan masyarakat pastinya akan membuat pemutusan hubungan kerja (PHK) merajalela.
Keempat, penurunan minat investasi.
Ia mengatakan jika permintaan turun akibat konsumsi rumah tangga turun maka prospek investasi di Indonesia akan memburuk.
Investor akan berpikir ulang untuk membuka investasi baru lantaran performa pasarnya juga menurun atau terus terkontraksi.
Kelima,target pertumbuhan ekonomi di tahun depan akan sulit untuk tercapai.
Sementara keenam, dampak pada APBN.
"Pun secara fiskal, meskipun PPN naik, tapi imbasnya bisa membuat penerimaan negara justru menurun karena berpotensi menurunkan permintaan di masa mendatang, yang membuat penurunan produksi yang berpotensi menurunkan penerimaan negara dari PPN secara nominal," imbuhnya.
Meskipun mendapatkan penolakan, pemerintah dan DPR tetap ngotot. Menteri Keuangan Sri Mulyani misalnya, mengungkapkan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen mulai 2025 masih sesuai dengan amanat UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Ia juga menegaskan belum ada pembahasan pemberlakuan kenaikan pajak akan ditunda.
Meski banyak perdebatan menaikkan pajak di tengah pelemahan daya beli, Sri Mulyani mengingatkan APBN sebagai instrumen penyerap kejut (shock absorber) perekonomian harus dijaga kesehatannya.
"APBN memang tetap harus dijaga kesehatannya karena APBN itu harus berfungsi dan mampu merespon dalam episode global financial crisis. Countercyclical tetap harus kita jaga," ujarnya dalam Rapat Kerja Komisi XI, Rabu (13/11).
DPR yang menjadi wakil rakyat pun tak mau menggubris tuntutan masyarakat. Ketua Komisi XI DPR RI Misbakhun menyerahkan keputusan kenaikan PPN  itu kepada pemerintah.
"Sekarang kami kembalikan kepada pemerintah, karena undang-undang itu sudah disepakati," kata di kantor Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Jakarta, Selasa, (19/11) seperti dikutip dari CNBCIndonesia.
Pakar Kebijakan Publik dan Ekonom UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat berharap pemerintah dan DPR tak tutup mata dengan penolakan dari masyarakat tersebut.
Jika pemerintah memang menyadari bahwa dampak negatif dari kenaikan PPN lebih besar daripada manfaat yang diharapkan, ia berharap mereka tak malu merevisi UU HPP .
"Pemerintah seharusnya menjadi pihak yang mengambil inisiatif revisi lebih dahulu karena kenaikan tarif PPN ini diatur dalam UU HPP yang merupakan bagian dari kebijakan fiskal. Namun kayaknya pemerintah bersikukuh untuk menaikan PPN," katanya.
Achmad mengatakan DPR juga dapat memanfaatkan hak inisiatifnya untuk mengajukan revisi UU HPP. DPR seharusnya bisa melihat bahwa kebijakan ini tidak sesuai dengan kondisi sosial-ekonomi masyarakat.
Achmad mengatakan inisiatif revisi harus diambil sebelum penerapan kenaikan PPN pada 1 Januari 2025. Jika tidak direvisi, kenaikan PPN menjadi 12 persen berisiko memperburuk daya beli masyarakat dan stabilitas ekonomi.
Namun, ia melihat memang penurunan atau penundaan kenaikan PPN tampaknya tidak dijadikan prioritas oleh DPR dibandingkan Rancangan Undang-undang tentang Perubahan Atas UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak atau tax amnesty yang masuk dalam daftar draf usulan Program Legislasi Nasional RUU Prioritas 2025.
Menurutnya, para wakil rakyat itu memang lebih berpihak kepada kepentingan para pengemplang pajak daripada masyarakat umum. Pasalnya kebijkan tax amnesty sering dianggap memberikan keuntungan langsung bagi kelompok bisnis besar yang memiliki potensi besar untuk menyelesaikan kewajiban pajak mereka dengan biaya yang lebih rendah.
"Sebaliknya, kebijakan terkait PPN lebih berdampak langsung pada kehidupan masyarakat luas, terutama kelas menengah ke bawah, yang memiliki daya tawar politik lebih lemah dibandingkan kelompok elite ekonomi," katanya.
"Kesadaran akan dinamika ini menekankan pentingnya tekanan publik untuk memastikan revisi kenaikan PPN menjadi agenda yang diutamakan, sehingga kesejahteraan masyarakat tidak dikorbankan demi kepentingan segelintir pihak," sambungnya.

komentar
Jadi yg pertama suka