Ekonomi & Bisnis
PBNU Minta Masyarakat Dengar Penjelasan Pemerintah tentang PPN 12 Persen
TEMPO BISNIS
| Desember 21, 2024
2 0 0
0
TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Yahya Cholil Staquf, meminta masyarakat untuk mendengarkan penjelasan pemerintah secara utuh tentang kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen. Menurutnya, agar publik dapat memahami maksud dari konteks kenaikan pajak ini yang akan resmi berlaku pada 1 Januari 2025.
"Dan tentu saja, terkait juga dengan benefit apa yang ditawarkan kepada rakyat sebagai hasil dari kebijakan tersebut," ujar Gus Yahya dalam keterangan tertulisnya pada Jumat, 20 Desember 2024.
Dia mengatakan, bila masyarakat menyimak penjelasan dari pemerintah, maka akan mengetahui agenda dan problematika yang terdapat pada kenaikan PPN 12 persen ini. Yahya berharap masyarakat mampu memahami penjelasan pemerintah tentang PPN 12 persen ini.
"Sehingga masyarakat tidak sekadar menyerukan tuntutan-tuntutan parsial," ucap dia.
Menurut dia, kenaikan PPN 12 persen ini mengakibatkan terganggunya hubungan dialogis pemerintah dengan masyarakat. Ia mengatakan seharusnya lembaga yang mengatur kenaikan pajak ini, memberikan kejelasan dengan cara diskusi secara komprehensif kepada masyarakat.
"Semua pihak diharapkan berpikir lebih jernih tentang apa yang secara obyektif dibutuhkan oleh negara," tutur Yahya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, kenaikan PPN 12 persen ini sebagai upaya meningkatkan penerimaan negara, guna mendukung stabilitas ekonomi nasional. "Kenaikan itu sesuai dengan amanat Undang-undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Langkah ini bertujuan menjaga keseimbangan fiskal di tengah tantangan ekonomi global," ucap Sri Mulyani dalam konferensi pers bertajuk “Paket Stimulus Ekonomi untuk Kesejahteraan”, Jakarta, Senin, 16 Desember 2024.
Sri Mulyani berujar kebijakan kenaikan pajak penghasilan (PPh) ini bersifat selektif, dan hanya menyasar barang dan jasa kategori mewah atau premium. Berdasarkan laman resmi Kementerian Keuangan (KemenKeu), barang dan jasa kategori mewah atau premium seperti makanan, layanan rumah sakit kelas VIP, dan pendidikan berstandar internasional yang berbiaya mahal.
Menurut Sri Mulyani, setiap barang dan jasa kategori mewah akan terkena pemungutan pajak. Ia mengatakan, pengenaan pajak tersebut sebagai bentuk pemerintah yang selalu mengutamakan prinsip keadilan dan gotong-royong.
“Sementara kelompok masyarakat yang tidak mampu akan dilindungi bahkan diberikan bantuan. Di sinilah prinsip negara hadir,” kata dia.
Sri Mulyani menuturkan pemerintah juga memberikan stimulus dalam bentuk bantuan perlindungan sosial untuk kelompok masyarakat menengah ke bawah. Perlindungan itu, kata dia, seperti bantuan pangan dan pemberian diskon listrik sebesar 50 persen.
Selain itu, pemerintah juga akan memberi insentif perpajakan seperti, perpanjangan masa berlaku PPh Final 0,5 persen untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM); insentif PPh 21 DTP untuk industri pada karya; serta berbagai insentif PPN dengan total alokasi mencapai Rp265,6 triliun untuk 2025.
“Meskipun ada undang-undang perpajakan dan tarif pajak, namun pemerintah tetap peka untuk mendorong barang, jasa dan pelaku ekonomi,” tutur Sri Mulyani.
komentar
Jadi yg pertama suka