Ekonomi & Bisnis
60 Perusahaan Tekstil Kolaps, Asosiasi: 250 Ribu Karyawan jadi Korban
TEMPO BISNIS
| Kemarin, 18:54
2 0 0
0
TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah asosiasi industri tekstil dan pertekstilan (TPT) mengungkap sebanyak 60 perusahaan tekstil dalam negeri kolaps dalam dua tahun terakhir. Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (Apsyfi), Redma Gita Wirawasta, mengatakan hal ini berakibat pada pemutusan hubungan kerja (PHK) sekitar 250 ribu karyawan industri tersebut.
“Ada sekitar 250 ribu karyawan terkena PHK,” ujarnya saat ditemui Tempo di Jakarta Selatan, Kamis, 19 Desember 2024.
Ia menyebut, jumlah tersebut merupakan akumulasi dari proses PHK yang dilakukan banyak perusahaan TPT secara bertahap.
Dia menuturkan, tak semua perusahaan TPT yang melakukan PHK telah menuntaskan kewajibannya untuk membayar hak para keryawan. Berdasarkan dialognya bersama beberapa serikat pekerja industri ini, masih ada beberapa perusahaan yang melakukan negosiasi terkait pembayaran pesangon dan kewajiban lainnya.
“Sebagian dulu dikasih pesangonnya, sebagian lagi masih diatur jadwal selanjutnya,” kata dia.
Menurut dia, jumlah perusahaan TPT yang tutup masih akan terus bertambah. Sebab, banyak perusahaan yang belum melaporkan penutupan pabriknya karena masih mengurus pesangon bagi karyawan yang di-PHK.
“Ada perusahaan yang tutup tapi masih bingung bayar pesangonnya dari mana. Karena kalau dibilang tutup, akan jadi ribut karena dia belum tahu mau bayar pesangonnya dari mana,” tutur dia.
Menindaklanjuti kondisi industri TPT yang makin mengkhawatirkan ini, sejumlah asosiasi industri TPT telah melakukan audiensi dengan pemerintah pada Kamis, 19 Desember 2024. Ia mengatakan pertemuan ini membahas mengenai rencana revisi Permendag Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Asosiasi menghendaki pemerintah kembali memberlakukan Permendag Nomor 36 Tahun 2023 dan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 5 Tahun 2024. Sebab, Permendag 8/2024 yang saat ini berlaku, menghilangkan peraturan teknis untuk impor pakaian jadi yang berpengaruh pada lonjakan impor dalam negeri.
Redma menilai, lonjakan impor pakaian jadi menjadi salah satu faktor terbesar yang menyebabkan jatuhnya industri tekstil tanah air. Menurut dia, Permendag 8/2024 yang menghapus Pertek untuk perizinan impor pakaian jadi, terbukti menaikkan impor pakaian jadi hingga 18 kali lipat dibanding sebelumnya.
Dia menjelaskan, industri TPT merupakan sebuah ekosistem yang terdiri dari hulu hingga hilir. Sehingga, apabila terjadi gangguan pada salah satu bagiannya, akan berpengaruh pada bagian yang lain. Dia menyebut, impor pakaian jadi tidak hanya berpengaruh pada produksi garmen saja. Lebih dari itu, dampaknya bisa sampai ke hulu produksi serat, benang, dan industri terkait lainnya.
“Artinya ini menganggu seluruh rantai industri, bukan produksi garmen saja,” kata dia.
Dia menyebut, pertemuan ini baru permulaan sehingga belum menghasilkan keputusan final. Nantinya, masih akan dilakukan audiensi lanjutan untuk merumuskan jalan terbaik bagi semua pihak terkait.
Adapun, audiensi ini tak hanya dihadiri oleh asosiasi industri tekstil seperti Apsyfi, Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) saja, tetapi juga dihadiri oleh asosiasi konveksi, asosiasi pengusaha sepatu, serta asosiasi ritel. Sedangkan, dari pemerintah, hadir perwakilan dari Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Bea Cukai Kementerian Keuangan, serta Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
komentar
Jadi yg pertama suka