Ekonomi & Bisnis
OJK Hormati dan Laksanakan Putusan MK Pasal 251 KUHD tentang Klaim Asuransi
TEMPO BISNIS
| Kemarin, 16:33
6 0 0
0
TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan atau OJK buka suara ihwal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) inkonstitusional bersyarat. Dalam putusan itu, MK menetapkan perusahaan asuransi tidak boleh menolak klaim nasabah yang disebabkan tidak lengkapnya pengungkapan informasi.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono menerangkan, OJK menghormati dan melaksanakan putusan MK atas Pasal 251 KUHD tersebut. “OJK menyadari bahwa perlu adanya penguatan kesetaraan antara penanggung dan tertanggung dalam suatu perjanjian polis asuransi,” ucap Ogi dalam konferensi pers virtual yang digelar pada Selasa, 7 Januari 2025.
Menurut Ogi, Pasal 251 KUHD tetap berlaku karena prinsip utmost good faith atau prinsip saling jujur merupakan prinsip yang universal. Kendati demikian, ia mengakui perlu ada perubahan-perubahan untuk menyesuaikan dengan undang-undang yang berlaku.
“Kemudian perlu adanya formulasi yang fair dan transparan terkait mekanisme pembatalan berdasarkan Pasal 251 KUHD,” tutur dia. Hal ini, lanjut dia, diperlukan untuk mengakomodasi perlindungan konsumen dan kelangsungan bisnis asuransi.
Ia menilai, perlu ada pengaturan lebih lanjut di Pasal 251 KUHD. “Agar tidak bisa dimanfaatkan secara tidak benar, baik oleh perusahaan asuransi, oleh agennya, ataupun konsumen yang tidak beritikad baik,” kata dia.
Saat ini, OJK tengah mempelajari langkah selanjutnya untuk memperbaiki proses perjanjian asuransi antara perusahaan dengan pemegang polis. Salah satu langkah yang akan dilakukan OJK untuk menindaklanjuti putusan MK itu, kata dia, ialah meminta kepada asosiasi, stakeholder, industri, dan juga publik untuk memperbaiki dan memperjelas dokumen perjanjian polisi.
“Kami mendorong perusahaan asuransi untuk memperbaiki proses underwriting yang lebih baik, di mana calon-calon pemegang polis itu diyakini memberikan informasi yang benar terkait dengan kondisi yang bersangkutan,” ujar dia.
Kemudian apabila hal-hal tersebut sudah dilakukan dan tetap terjadi dispute atau sengketa, maka akan ditindaklanjuti melalui kesepakatan antara pihak perusahaan asuransi dengan pemegang polis atau tertanggung. “Dan itu diupayakan ya. Kemudian dengan mekanisme lembaga arbitrase LAPS (Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa), ataupun dengan pengadilan,” kata dia. Namun, ia menegaskan penyelesaian dispute melalui lembaga ini merupakan langkah terakhir.
Sebelumnya, MK telah menggelar sidang Pengucapan Putusan Nomor 83/PUU-XXII/2024 dalam perkara Pengujian Materiil Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) yang dimohonkan oleh Maribati Duha, pada Jumat, 3 Januari 2025 lalu. Dalam amar putusannya, mahkamah menyatakan bahwa norma Pasal 251 KUHD yang dimohonkan oleh Pemohon inkonstitusional bersyarat.
Selain itu, majelis menyatakan norma Pasal 251 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (Staatsblad Tahun 1847 Nomor 23) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “termasuk berkaitan dengan pembatalan pertanggungan harus didasarkan atas kesepakatan penanggung dan tertanggung berdasarkan putusan pengadilan.“
Majelis menyatakan pasal itu inkonstitusional karena berpotensi menimbulkan adanya tafsir yang beragam, terutama jika dikaitkan dengan syarat batalnya perjanjian asuransi yang terdapat adanya persoalan yang berkenaan dengan adanya unsur yang disembunyikan oleh tertanggung sekalipun dengan itikad baik.
Adil Al Hasan berkontribusi dalam tulisan ini.
komentar
Jadi yg pertama suka