Cari Berita
Tips : hindari kata umum dan gunakan double-quote untuk kata kunci yang fix, contoh "sakura"
Maksimal 1 tahun yang lalu
Ekonomi & Bisnis
Guru Besar UGM dan KOBI Tegas Tolak Deforestasi untuk Perluasan Perkebunan Kelapa Sawit ala Prabowo
TEMPO BISNIS   | 12 jam yang lalu
7   0    0    0
TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto mengusulkan perluasan perkebunan kelapa sawit untuk meningkatkan ekspor minyak kelapa sawit. Namun, gagasan ini menuai kritik karena dianggap dapat memicu deforestasi.
Pernyataan Presiden yang menyamakan kelapa sawit dengan tanaman hutan alam juga dianggap salah kaprah. Dekan Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada dan Ketua Konsorsium Biologi Indonesia (KOBI), Prof Budi Setiadi Daryono menolak usulan ini.
Ia menegaskan bahwa penambahan perkebunan sawit berisiko merusak hutan atau deforestasi dan keanekaragaman hayati. Budi mengungkapkan bahwa penelitian menunjukkan perkebunan sawit tidak dapat menjadi habitat bagi satwa liar, dengan tingkat keanekaragaman hayati hampir nol.
"Perkebunan kelapa sawit yang luas dan bersifat monokultur memperbesar konflik antara manusia dan satwa liar. Hal ini berdampak pada menurunnya populasi satwa yang dilindungi, seperti orangutan, gajah, badak, dan harimau Sumatera. Selain itu, deforestasi akibat pembukaan lahan sawit semakin mengancam flora dan fauna yang sudah dilindungi undang-undang," kata Budi, dikutip dari laman UGM..
Ia juga mengingatkan agar pemerintah mengikuti Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 5 Tahun 2019 tentang Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer serta Lahan Gambut. Dengan melaksanakan kebijakan ini, lebih dari 66 juta hektare hutan alam dan lahan gambut, setara dengan luas negara Prancis, dapat diselamatkan.
Di sisi lain, Budi juga meminta pemerintah konsisten menjalankan aturan terkait pelestarian lingkungan, seperti yang diatur dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pengarusutamaan Pelestarian Keanekaragaman Hayati dalam Pembangunan Berkelanjutan. Pernyataan Prabowo yang menyamakan kelapa sawit dengan tanaman hutan juga mendapat kritik tajam.
"Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.23/2021, kelapa sawit tidak termasuk tanaman hutan atau tanaman rehabilitasi hutan dan lahan," kata Budi.
Ia pun meminta Presiden lebih berhati-hati dalam menyampaikan pendapat agar tidak menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Ia menyarankan agar kebijakan strategis seperti ini dirumuskan melalui Bappenas dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk kementerian, lembaga, pakar, dan masyarakat sipil, untuk meminimalkan dampak negatif pada masyarakat, lingkungan, dan ekonomi nasional.
Prof Hadi Ali Kodra dan Dr.Wiratno, anggota pengarah Komite Indeks Biodiversitas Indonesia (IBI)-KOBI, juga mengingatkan pentingnya komitmen pemerintah terhadap perlindungan lingkungan global. Mereka menekankan perlunya menghormati berbagai konvensi internasional seperti Konvensi Keanekaragaman Hayati (UNCBD), Konvensi Perdagangan Internasional Spesies Langka (CITES), Konvensi Ramsar, serta Protokol Nagoya dan Cartagena. 
Indonesia, sebagai salah satu negara megabiodiversitas dunia bersama Brasil dan Kongo, memiliki tanggung jawab besar untuk melindungi kekayaan hayati ini. "Dengan kawasan hutan negara seluas 125 juta hektare dan kawasan konservasi yang dikelilingi ribuan desa, keberlanjutan lingkungan sangat penting untuk kesejahteraan masyarakat lokal, terutama keluarga petani yang bergantung pada ekosistem hutan. Jika hutan rusak, dampaknya akan dirasakan oleh jutaan keluarga tani di sekitar kawasan tersebut," kata Hadi Ali Kodra.
komentar
Jadi yg pertama suka