Cari Berita
Tips : hindari kata umum dan gunakan double-quote untuk kata kunci yang fix, contoh "sakura"
Maksimal 1 tahun yang lalu
Ekonomi & Bisnis
Outlook 2025: Konflik PSN dan Masyarakat Adat Diprediksi Memburuk
TEMPO BISNIS   | 11 jam yang lalu
6   0    0    0
TEMPO.CO, Jakarta - Konflik antara Proyek Strategis Nasional (PSN) dan masyarakat adat diperkirakan akan terus terjadi dan mungkin saja akan semakin memburuk dalam satu tahun ke depan. Meski telah terjadi pergantian presiden dari Joko Widodo ke Prabowo Subianto, Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi menyangsikan akan ada perubahan. 
Selama pemerintahan Presiden Joko Widodo, menurut Rukka, pelaksanaan PSN di berbagai daerah justru merampas hak masyarakat adat. “Banyak masyarakat adat yang terusir dari wilayah adat mereka atas nama investasi dan selanjutnya menjadi bancakan para pemilik modal,” ujar Rukka pada 10 Januari 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Buruknya hukum dan kebijakan terkait Masyarakat Adat ditambah minimnya pengakuan terhadap masyarakat adat dan wilayah adatnya secara langsung berdampak pada meningkatnya perampasan wilayah adat, kriminalisasi dan kekerasan. Sepanjang tahun 2024, AMAN mencatat setidaknya terdapat 121 kasus yang telah merampas 2.824.118, 36 hektar wilayah adat di 140 komunitas masyarakat adat 
Rukka pesimistis pergantian tampuk pemerintahan dari Jokowi ke Prabowo bisa membawa perubahan positif terhadap kondisi masyarakat adat. Alasannya, pihak belum melihat adanya agenda perubahan yang berarti bagi upaya pemerintahan baru untuk memprioritaskan pengakuan, perlindungan dan pemenuhan hak masyarakat adat. 
Hal itu tampak pada dokumen rancangan awal RPJMN 2025-2029 yang lebih mengutamakan investasi dan bisnis tanpa menyinggung soal perbaikan nasib masyarakat adat. Menurut Rukka, hal itu menunjukkan bahwa praktik kolonialisme terhadap masyarakat adat atas nama 'iklim' dan Proyek Strategis Nasional (PSN) tetap akan berjalan massif dan menjadi tantangan terkini serta masa depan masyarakat adat. 
Justru muncul kekhawatiran baru dari rencana Prabowo membentuk 100 Batalyon Infanteri Teritorial Pembangunan yang terdiri atas kompi perikanan, perkebunan, dan pertanian. “Perluasan kewenangan militer bisa mengancam hak-hak warga sipil khususnya masyarakat adat atas pengelolaan agraria serta menjadi dalih pembenaran keterlibatan militer dalam mengamankan proyek-proyek strategis nasional (PSN),” kata Rukka.
Manajer Kampanye Hutan dan Kebun WALHI Nasional Uli Arta Siagian mengatakan bahwa pendekatan PSN selama ini tidak menjawab kebutuhan masyarakat adat. Sehingga PSN cenderung menimbulkan masalah baru.
“PSN sering kali tidak berdasarkan kebutuhan masyarakat. Misalnya, proyek geothermal di Nusa Tenggara Timur (NTT)  yang disebut sebagai pusat geothermal nasional. Pertanyaannya, apakah itu menjawab kebutuhan masyarakat adat di sana, sementara pengakuan atas wilayah adat mereka masih stagnan?” kata Uli saat dihubungi Senin, 6 Januari 2025.
Ia menambahkan banyak proyek yang digagas oleh pemerintah sering kali menggusur masyarakat adat dari wilayah mereka sendiri tanpa adanya partisipasi bermakna. Dalam banyak kasus, PSN dianggap lebih menguntungkan kepentingan bisnis daripada rakyat.
“Kalau PSN ini benar-benar untuk masyarakat, seharusnya berangkat dari kebutuhan mereka, seperti pengesahan UU Masyarakat Adat atau percepatan perlindungan wilayah adat,” ucap Uli.
Uli menjelaskan konflik antara PSN dan masyarakat adat telah terjadi di hampir semua lokasi pembangunan PSN, dengan situasi yang terus memburuk. Contoh nyata adalah kasus di Rempang, Batam, Kepulauan Riau, yang hingga kini masih dipenuhi gejolak besar akibat penolakan masyarakat terhadap proyek tersebut.
“Penolakan masyarakat di Rempang sangat kuat, tetapi negara justru merespons dengan kriminalisasi dan intimidasi. Hal serupa juga terjadi pada PSN energi geotermal dan hilirisasi tambang nikel. Penggusuran dan kerusakan lingkungan menjadi dampak buruk yang tidak pernah direspons oleh negara,” ungkapnya.
Menurut Uli, pendekatan keamanan yang sering digunakan untuk melindungi PSN hanya memperpanjang konflik. PSN dianggap sebagai proyek yang berkaitan dengan kedaulatan negara, sehingga segala gangguan terhadapnya dianggap sebagai ancaman stabilitas.
Selain konflik langsung, Uli juga menyoroti minimnya transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan PSN. Hingga kini, pemerintah belum melakukan audit menyeluruh terhadap proyek-proyek PSN, baik yang gagal maupun yang masih berjalan.
“Anggaran besar digelontorkan untuk PSN, tetapi tidak pernah ada audit kepatuhan. Apakah dana tersebut digunakan sebagaimana mestinya? Apakah PSN ini tidak merugikan negara? Semua ini tidak pernah diperiksa,” katanya.
Dia menyebut analisis WALHI selama 10 tahun terakhir, PSN telah menjadi pendorong kedua terbesar setelah konflik agraria dalam memicu kasus SLAPP (Strategic Lawsuit Against Public Participation). Proyek ini juga dianggap mendorong penutupan ruang demokrasi melalui intimidasi, kekerasan, dan kriminalisasi terhadap masyarakat yang menolak kerusakan lingkungan akibat PSN.
“Jika tidak ada evaluasi dan koreksi terhadap PSN, situasi ini hanya akan semakin memperburuk keadaan yang sudah buruk saat ini.”
Koalisi Masyarakat Sipil yang terdiri dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Walhi, Imparsial, Pusat Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Nasional, KontraS dan SETARA Institute mencatat ada beberapa kasus keterlibatan militer yang ikut mengamankan sekaligus membantu mempercepat PSN di berbagai daerah. Beberapa di antaranya lumbung pangan (food estate), PSN Bendungan Bener, Wadas, PSN Smelter Nikel CNI Group di Sulawesi Tenggara,  PSN Bendungan Lau Simeme, dan Rempang Eco City.
“Dalam praktiknya keterlibatan-keterlibatan TNI tersebut menimbulkan ketakutan di kalangan masyarakat lokal dan masyarakat adat dan tidak jarang menimbulkan kekerasan,” ucap Direktur YLBHI Muhammad Isnur.
Dia menekankan bahwa TNI sejatinya dibentuk bukan untuk terlibat dalam proyek bisnis dan investasi. TNI dibentuk, kata dia, untuk dididik, diorganisir, dibiayai dan dipersenjatai semata-mata untuk membunuh dan menghancurkan musuh dalam perang.
“Pelibatan TNI dalam proyek-proyek bisnis semacam ini hanya akan menempatkan TNI dalam posisi berhadap-hadapan dengan rakyat yang pada akhirnya menimbulkan kekerasan dan pelanggaran HAM,” ujarnya.
Mengingat banyaknya pekerjaan rumah mengenai PSN dan pemenuhan hak perlindungan bagi masyarakat adat, pemerintah diminta untuk mengevaluasi dan memperbaiki cara dan pendekatan mereka dalam merealisasikan PSN. Koalisi Masyarakat Sipil menilai pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN) di berbagai daerah, termasuk yang memicu konflik dengan masyarakat adat harus dicari jalan keluarnya.
Sekretaris Menteri Koordinator Perekonomian Susiwijono Moegiarso menyebut pihaknya masih melakukan kajian dan evaluasi. Dia mengatakan evaluasi memang sudah menjadi bagian dari agenda rutin awal tahun untuk meninjau pelaksanaan PSN secara menyeluruh.
"PSN lagi ditangani di Deputi 5, lagi dievaluasi. Kan memang awal-tiap awal tahun dievaluasi semuanya," ujar Susiwijono saat ditemui di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat. Ia juga menyampaikan pemerintah akan memprioritaskan masyarakat adat dalam pelaksanaan PSN di masa depan. "Pasti, makanya ini harusnya dievaluasi dulu semuanya.”
Evaluasi tersebut diharapkan menjadi langkah konkret untuk mengatasi konflik yang kerap muncul akibat pelaksanaan PSN di wilayah masyarakat adat. Pemerintah menekankan pentingnya sinergi antara pembangunan dan perlindungan hak masyarakat lokal sebagai upaya menciptakan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan keadilan sosial.
komentar
Jadi yg pertama suka