Ekonomi & Bisnis
Ekonom Khawatir Subsidi Listrik-BBM Berkurang Imbas Danantara
CNN EKONOMI
| 7 jam yang lalu
8 0 0
0
Jakarta, CNN Indonesia --
Kepala Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Andry Satrio Nugroho khawatir subsidi listrik dan BBM berkurang imbas Danantara.
Ia menyoroti bagaimana kewajiban pelayanan publik (PSO) pada dua dari tujuh BUMN yang masuk dalam kelolaan Danantara. Keduanya adalah PT Pertamina (Persero) serta PT PLN (Persero).
Bahkan, Andry menyoroti PLN masih mengantongi penyertaan modal negara (PMN) senilai Rp3 triliun di 2025. Ia menilai seharusnya pengelolaan BUMN sejenis PLN dan Pertamina dipisahkan dari Danantara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi, banyak sekali beberapa hal akan menjadi potensi moral hazard. Misalnya, BUMN dengan PSO ini pasti mereka akan tergoda dengan aset strategisnya yang ditujukan kembali untuk investasi, bukan pelayanan publik," katanya dalam Diskusi Publik INDEF 'Danantara: Bagaimana dan untuk Siapa?' secara virtual, Senin (24/2).
"Kedua, bisa jadi akan ada pengurangan subsidi (listrik dan BBM) secara perlahan untuk meningkatkan profitabilitas," ungkap Andry khawatir.
Ia meyakini perusahaan pelat merah yang masuk ke Danantara bakal putar otak berinvestasi di sektor yang cuannya tinggi. Dengan begitu, pengembangan fasilitas publik yang tak memiliki return tinggi bakal dikesampingkan.
Pada akhirnya, INDEF memprediksi kualitas layanan dan fasilitas publik bakal menurun imbas kehadiran Danantara.
"Maka dari itu, menurut saya BUMN yang masih PSO apalagi menerima PMN dan penugasan dari negara harusnya dipisah. Apakah membuat entitas baru atau secara sederhana ini dikeluarkan saja dari Danantara," saran Andry.
"Investor bisa meragukan (Danantara). Ini adalah bisnis kepercayaan. Sedikit saja kita tidak bisa menawarkan rasa kepercayaan itu, investor akan balik badan," wanti-wantinya kepada Danantara.
Di lain sisi, Andry sangsi dengan klaim Presiden Prabowo Subianto soal dividen BUMN yang diklaim bisa tembus Rp300 triliun pada 2025. Ia mempertanyakan data tersebut diperoleh sang Kepala Negara dari mana.
Ia lantas mengutip target dividen seluruh BUMN di UU APBN 2025 yang cuma Rp90 triliun, bukan Rp300 triliun selayaknya pernyataan Prabowo.
"Ini jadi pertanyaan, Rp300 triliun ini datanya dari mana? Sedangkan ini dianggap dari dividen BUMN untuk 2025. Berarti ini ada miskalkulasi sebetulnya di sini, saya yakin," tutupnya.
Dalam kesempatan sama, Direktur Eksekutif INDEF Esther Sri Astuti juga mewanti-wanti dampak isu penarikan uang besar-besaran dari seluruh bank BUMN imbas pembentukan Danantara.
Ia menegaskan memang perlu ada transparansi dari Danantara yang mengelola aset senilai US$900 miliar atau Rp14.665 triliun (kurs Rp16.300 per dolar AS). Jika tak ada transparansi, publik sudah pasti tidak percaya dengan badan baru itu.
"Salah satu bentuk distrust (ketidakpercayaan) dari masyarakat itu kan sudah ada imbauan (seruan) untuk menarik dana dari bank-bank Himbara," tuturnya.
"Nah, itu jangan sampai terjadi. Karena kalau itu terjadi bank run, akan ada ancaman kurang likuiditas. Saya takut seperti yang kejadian di 1997, krisis finansial (krisis moneter/krismon)," wanti-wanti Esther.
Di lain sisi, ia meminta jajaran Danantara mempersiapkan akuntabilitas. Esther menegaskan kesiapan menerima uang kelolaan sebanyak itu perlu dibarengi dengan keberanian pertanggungjawaban.
Esther mencontohkan bahwa laporan keuangan Danantara nantinya harus rapi dan auditable. Pada akhirnya, investor kemungkinan besar lebih tertarik menanamkan modalnya jika badan tersebut bertindak dengan benar.
Terpisah, Direktur Utama PT Bank Negara Indonesia Tbk (BNI) Royke Tumilaar menegaskan klaim soal alasan orang mau ramai-ramai menarik duit dari bank BUMN merupakan buah interpretasi yang salah. Ia menekankan uang nasabah bakal tetap aman, tak bakal dipakai untuk mendanai kegiatan Danantara.
"Enggak, itu kan bohong, interpretasi yang salah. Dana pihak ketiga (DPK) kan enggak dipakai, yang dipakai dividen. Jadi, salah interpretasi orang-orang berpikir, 'Wah, duitnya mau dipakai', enggak ada!" kata Royke di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat.
"BNI enggak ada, enggak ada (penarikan besar-besaran dana nasabah). Itu hanya orang bikin rumor saja, menurut saya sih enggak (penarikan uang)," tambahnya.
Seruan penarikan dana besar-besaran dari Himbara menyusul Presiden Prabowo Subianto yang kukuh membentuk Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara alias Danantara. Bank-bank BUMN pun masuk ke dalam daftar perusahaan pelat merah yang dikelola badan baru tersebut.
Mulai dari PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, serta PT Bank Mandiri (Persero) Tbk.
(agt/skt)
komentar
Jadi yg pertama suka