Ekonomi & Bisnis
Sri Mulyani soal Defisit APBN: Ojo Kesusu, Belum Pertengahan 2025
CNN EKONOMI
| 15 jam yang lalu
6 0 0
0
Jakarta, CNN Indonesia --
Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta masyarakat tak terburu-buru dalam melihat defisit APBN 2025.
Ia menggunakan kata 'ojo kesusu' untuk meminta kesabaran masyarakat. Istilah ini dalam bahasa Jawa itu kerap digunakan oleh sejumlah pihak, termasuk politikus maupun pejabat negara.
Arti sederhananya adalah 'jangan tergesa-gesa' atau 'jangan terburu-buru' dalam menilai sesuatu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Defisit APBN didesain dengan 2,53 persen dari gross domestic product (GDP). Itu masih menjadi pedoman pelaksanaan APBN kita. Bahwa dalam setiap APBN selalu ada perubahan, beberapa dari penerimaan, belanja, itu kita akan kelola," tuturnya dalam Konferensi Pers APBN KiTA di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Kamis (13/3).
"Jadi, kalau hari ini teman-teman media kayaknya sudah ngomongin tentang Desember (2025), wong pertengahan tahun saja belum kita lewati. Ojo kesusu kalau orang bilang," tegas Sri Mulyani.
Wanita yang akrab disapa Ani itu mencoba flashback ke 2024 lalu. Ia mengatakan tahun kemarin terasa sudah cukup lama, padahal baru beberapa bulan yang lalu berakhir.
Ani mengatakan pada pertengahan tahun lalu Kementerian Keuangan membuat laporan semester (lapsem), di mana prediksinya adalah defisit akan bengkak dari 2,2 persen menjadi 2,7 persen. Namun, ia memamerkan bahwa pemerintah bisa menjaga defisit sepanjang 2024 tetap di level 2,2 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Berdasarkan capaian itu, Menkeu Sri Mulyani meminta semua pihak bersabar. Ia mengatakan Kemenkeu juga akan menyusun lapsem 2025 dan bakal dilaporkan kepada Kabinet Merah Putih serta DPR RI.
"Artinya, kita jaga postur sesuai UU Nomor 62 Tahun 2024 (UU APBN 2025), di mana defisit didesain pada 2,53 persen. Kalau ada perubahan pada komponen postur itu, entah ada koreksi di pendapatan negara. Pasti banyak yang menanyakan kemarin PPN 12 persen kan tidak dilaksanakan untuk semua komoditas, kita pasti mempertimbangkan itu," jelasnya.
Sang Bendahara Negara mengatakan Kemenkeu bakal melakukan upaya ekstra untuk mengompensasi beberapa penerimaan yang tidak jadi diperoleh. Ini termasuk potensi pendapatan dari PPN 12 persen yang hilang karena kebijakannya dibatalkan.
Di lain sisi, Presiden Prabowo Subianto juga punya fokus pada dua hal terkait urusan belanja negara.
Fokus pertama adalah efisiensi anggaran, di mana Prabowo melarang berbagai pemborosan. Kedua, sang Kepala Negara punya program prioritas.
"Maka, kita melakukan shifting untuk belanja itu, tapi amplop besarnya tetap sama, belanja di Rp3.621 triliun. Belanja pemerintah pusatnya Rp2.701 triliun dan transfer ke daerah (TKD) Rp919 triliun. Itu komposisi bisa berubah, tapi total besarnya di Rp3.621 triliun," jelas Ani.
"Kalau pertanyaannya dan ini berasal dari berbagai pendapat, nanti saya akan bicara dengan para analis di sini ... Kami nanti akan melaporkan pada lapsem, bagaimana pergerakan di masing-masing pos, dan kemudian kita akan membuat proyeksi di akhir tahun," tutupnya.
(skt/agt)
komentar
Jadi yg pertama suka