Cari Berita
Tips : hindari kata umum dan gunakan double-quote untuk kata kunci yang fix, contoh "sakura"
Maksimal 1 tahun yang lalu
Ekonomi & Bisnis
Penyaluran Pinjaman Daring Meningkat pada Periode Lebaran, AFPI Ingatkan Masyarakat Waspada Beban Utang Berlebih
TEMPO BISNIS   | Maret 28, 2025
22   0    0    0
TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) memprediksi penyaluran pendanaan pinjaman daring atau fintech peer to peer (P2P) lending pada periode Ramadan dan Idul Fitri 2025 bisa meningkat double digit.
Ketua Umum AFPI Entjik S. Djafar mengatakan hal tersebut terutama didorong oleh permintaan pembiayaan konsumtif atau sektor multiguna. 
“Di tengah tantangan ekonomi masyarakat, pinjaman daring bisa menjadi solusi keuangan jika digunakan secara bertanggung jawab,” kata Entjik, dikutip dari keterangan resmi, Kamis, 27 Maret 2025. 
Entjik mengungkapkan, pinjaman daring menawarkan sejumlah kemudahan dalam proses pembiayaan. Kendati demikian, Entjik berpendapat penting bagi masyarakat untuk memiliki kesadaran finansial yang baik dan memahami risiko dari pinjaman, utamanya dalam momen peningkatan kebutuhan selama Ramadan dan Idul Fitri. Perencanaan keuangan yang bijak, kata dia, dapat mencegah beban utang yang berlebihan seusai Lebaran.
Diketahui, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat penyaluran pembiayaan pinjaman daring pada Maret 2023 mencapai Rp 19,73 triliun. Angka itu meningkat 8,4 persen dari bulan sebelumnya yang sebesar Rp 18,2 triliun. Hal yang sama juga terjadi pada periode Ramadan tahun berikutnya, penyaluran pinjaman daring tercatat sebesar Rp 22,76 triliun pada Maret 2024, atau naik 8,9 persen dari Februari 2024 yang sejumlah Rp 20,9 triliun.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Bidang Hubungan Masyarakat AFPI Kuseryansyah menyebut kebutuhan pembiayaan yang cukup tinggi dikhawatirkan akan mendorong masyarakat untuk mengambil jalan pintas melalui pinjaman online (pinjol) ilegal.
“Beberapa pelaku usaha pinjol memberikan syarat yang mudah, dan sebagai konsekuensi penyedia jasa pinjol membebankan bunga dan biaya layanan yang sangat tinggi,” kata Kuseryansyah. “Ini yang bisa membuat konsumen sengsara.”
Selain itu, faktor lain yang menyebabkan pinjol ilegal masih menjadi pilihan masyarakat ialah adanya taktik pemasaran agresif melalui pesan singkat serta iklan pop-up di media sosial dan website.
Kemudian, rendahnya tingkat literasi keuangan di masyarakat. Rendahnya literasi itu menimbulkan ketidaktahuan mengenai hak dan kewajiban atas pinjaman di platform online. Oleh karena itu, AFPI memperingatkan masyarakat harus waspada terhadap tawaran pinjol ilegal yang terlihat menggiurkan. 
Sebelumnya, Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya OJK Agusman memproyeksikan permintaan pinjaman daring dan pembiayaan produk buy now pay later (BNPL) oleh perusahaan pembiayaan akan meningkat menjelang Lebaran 2025.
Ia mengatakan proyeksi ini berdasarkan tren permintaan permintaan pinjaman daring dan permintaan pembiayaan BNPL oleh perusahaan pembiayaan pada tahun sebelumnya. Menjelang Hari Raya Idul Fitri tahun lalu yang jatuh pada April 2024, pembiayaan industri fintech lending meningkat 24,16 persen secara tahunan, sedangkan outstanding pembiayaan BNPL oleh perusahaan pembiayaan meningkat sebesar 31,45 persen secara tahunan.
“Melihat tren tersebut, diperkirakan juga terjadi peningkatan permintaan pembiayaan BNPL oleh perusahaan pembiayaan dan pinjaman daring menjelang Lebaran tahun ini, namun diharapkan akan lebih terkendali,” ujar Agusman dalam keterangan resmi, dikutip Sabtu, 8 Maret 2025.
Ia berharap meningkatnya pinjaman daring dan bertambahnya permintaan pembiayaan BNPL ini tetap terjaga selama periode Lebaran, supaya tidak menimbulkan peningkatan non-performing financing (NPF) atau pembiayaan bermasalah.
Adapun Agusman melaporkan pada industri fintech lending atau pinjaman daring, outstanding pembiayaan di Januari 2025 meningkat 29,94 persen secara tahunan. Nominal yang tercatat sebesar Rp 78,50 triliun. Pada Januari 2024 lalu, outstanding pembiayaan fintech lending sebesar Rp 60,42 triliun.
Tingkat risiko kredit macet secara agregat (TWP90) industri fintech lending berada di posisi 2,52 persen. Angka ini menurun dari bulan sebelumnya, yakni Desember 2024 sebesar 2,60 persen.
TWP90 merujuk pada tingkat wanprestasi atau kelalaian penyelesaian kewajiban yang tertera dalam perjanjian pendanaan di atas 90 hari sejak tanggal jatuh tempo. OJK sendiri menetapkan batas TWP90 yang dapat ditoleransi di sektor fintech lending maksimal 5 persen.
Sementara itu, pembiayaan BNPL oleh perusahaan pembiayaan pada Januari 2025 meningkat sebesar 41,9 persen secara tahunan. Angka pembiayaan produk BNPL itu meningkat menjadi Rp 7,12 triliun dengan NPF bruto sebesar 3,37 persen.
komentar
Jadi yg pertama suka